Rabu, Desember 31, 2008

PERKAWINAN DI KANA; pesan untuk tahun baru 2009

Sebagian besar dari kita sudah pernah membaca perikop Perkawinan di Kana dari Yoh 2 : 1 – 11. Perikop ini begitu ‘terkenal’ karena disinilah Yesus untuk pertama kalinya membuat mujizat dengan merubah air menjadi anggur pada sebuah acara pesta perkawinan. Namun demikian saya melihat ternyata ada pesan-pesan lain yang ingin disampaikan melalui perikop yang sudah terkesan ‘biasa-biasa’ saja ini.

Pesan Pertama. Tuan rumah dan pemimpin pesta tidak mengetahui dari mana asal anggur yang tetap baik itu walau pesta sudah berjalan beberapa waktu. Menurut kebiasaan, tertulis dalam perikop ini, bahwa anggur yang baik akan dihidangkan terlebih dahulu. Setelah para tamu minum sampai puas barulah kemudian yang kurang baik dihidangkan. Tetapi saat itu, anggur baik selalu tersedia. Mereka bersuka cita karena mereka terbebas dari rasa malu dihadapan para tamu karena kehabisan anggur.

Kehidupan kita juga seringkali serupa dengan tuan rumah ataupun pemimpin pesta tersebut. Seringkali kita tidak pernah menyadari bahwa Tuhan selalu mengerjakan mujizat-mujizat-NYA setiap hari bagi kita. Kalau kita mampu menyelesaikan suatu masalah, kita sering bangga karena kepandaian diri sendiri. Bahkan sering kita menyebut setiap keberuntungan sebagai hoki belaka. Akibatnya, jarang sekali keluar ungkapan syukur kepada Tuhan dari mulut kita. Semuanya seolah berjalan begitu saja tanpa adanya campur tangan dari Tuhan dalam kehidupan kita.

Pesan Kedua. Mujizat itu terjadi karena sikap peduli Bunda Maria melihat sesamanya yang terancam ‘dipermalukan’ dimuka umum karena kehabisan anggur. Disini menjadi jelas bahwa peran Maria dalam karya keselamatan Tuhan untuk manusia tidak berhenti setelah Maria mengatakan “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk 1 : 38) ataupun setelah Maria melahirkan Yesus di palungan. Perikop ini memberikan kepada kita sebuah kejelasan mengenai hal itu bahwa Maria tidak pernah berhenti terlibat dalam karya keselamatan Tuhan untuk manusia. Maria dengan kasih keibuannya akan selalu menunjukkan sikap kepeduliannya pada setiap kebutuhan manusia, terutama kebutuhan akan keselamatan. Kalau Maria telah ‘menyelamatkan muka’ tuan rumah dan pemimpin pesta, Maria juga senantiasa pasti akan membantu meyelamatkan kita dari belenggu dosa.

Pesan Ketiga. Pada perikop ini dikatakan bahwa Yesus berkata pelayan-pelayan untuk mengisi tempayan untuk pembasuhan dengan air sampai penuh yang kemudian kita tahu air itu kemudian berubah menjadi anggur (ayat 7-9). Apa yang ingin disampaikan disini adalah bahwa mujizat dapat terjadi melalui orang-orang ataupun hal-hal sederhana. Dalam keseharian kita, kita sering hanya mengartikan mujizat untuk hal-hal yang luar biasa seperti misalnya ; bebas dari kanker yang secara medis sudah tidak mungkin disembuhkan. Ayat ini memberi sebuah penjelasan kepada kita bahwa Tuhan juga mungkin melakukan mujizat-mujizat-NYA untuk kita melalui hal-hal sederhana. Santo Paulus menggambarkannya sebagai “Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia …..” (bdk Rm 8 : 28). Sekali lagi … seringkali kita tidak mampu menyadari ini.

RUANG untuk TUHAN

Ketiga pesan ini telah memberikan kita sebuah permenungan bahwa selama ini kita kurang memiliki kepekaan terhadap campur tangan Tuhan dalam keseharian hidup kita. Segala kesibukan, kepentingan, kepandaian, kesombongan telah begitu memenuhi hati kita sehingga kita seringkali kehilangan kepekaan untuk melihat mujizat-mujizat yang Tuhan kerjakan setiap hari untuk kita.

Mari … kita song-song tahun 2009 dengan selalu menyediakan RUANG untuk TUHAN didalam hidup dan kehidupan kita sehingga kehendak-NYA selalu mendasari setiap pikiran, perkataan dan perbuatan kita dan juga selalu menyadari bahwa Tuhan Yesus serta Bunda Maria tidak pernah berhenti membantu kita dengan mujizat-mujizat yang dikerjakan Tuhan Yesus setiap hari. Dengan demikian kita akan senantiasa bersukacita, berdoa dan selalu mengucap syukur dalam segala hal …. (1 Tesa 5 : 16 – 18).

Selamat Tahun Baru 2009 – Tuhan Memberkati.

Jumat, Desember 05, 2008

MEMBANGUN SPIRITUALITAS ‘KELUARGA KUDUS’

Tak terasa kita sudah memasuki penghujung tahun 2008. Ini artinya sebentar lagi kita akan merayakan Natal. Kedatangan Tuhan dalam Natal patut kita persiapkan dengan baik. Walau setiap tahun kita rayakan, Natal selalu mampu membawa pesan yang berbeda-beda namun tetap relevan dengan situasi jamannya.


Tahun 2008 ini kita merayakan Natal didalam situasi Negara yang sedang terpuruk kehidupan perekonomiannya akibat imbas dari sisten ekonomi global yang sedang mengalami penurunan. Belum lagi kita juga saat ini sedang berhadapan dengan situasi politik yang hiruk pikuk karena sedang dan terus berlangsung pilkada-pilkada di daerah ditambah lagi tahun 2009 nanti kita akan menghadapi Pemilu dan Pilpres.

Keuskupan Agung Jakarta, melalui Buku Panduan Ibadat Adven 2008 mengajak umat, ditengah segala keprihatianan dan tantangan, untuk JANGAN TAKUT bahkan ketika kita dipilih, ketika kita diutus dan ketika kita menghadapi tantangan, karena Tuhan akan selalu beserta kita.

Belajar dari BUNDA MARIA

Siapa yang tidak kenal Bunda Maria. Semua orang Katolik pasti mengenalnya sebagai Bunda Sang Juruselamat Yesus Kristus. Namun demikian, sangat disayangkan kalau hanya mengenal Bunda Maria hanya terbatas sebagai sosok Ibu dari Yesus. Jauh lebih penting untuk mengenalnya mengapa justru sosok Maria-lah yang dipilih oleh Allah Bapa sebagai Bunda dari PutraNya.

Memang benar, sejarah mencatat sudah banyak sekali catatan tentang sosok Bunda Maria yang dikeluarkan oleh teolog-teolog besar – bahkan kita mengenal tentang Mariologi. Tak terhitung juga gelar-gelar yang telah dengan sangat layak disandang oleh Bunda Maria. Namun demikian, saya tidak sedang membahas Mariologi ataupun mengupas tentang gelar-gelar yang disandang beliau. Selain sangat banyak, jujur, saya tidak mengusai sepenuhnya karena saya memang bukan teolog. Dalam tulisan kali ini, saya akan mengangkat Bunda Maria hanya dari satu sisi saja dan saya mencoba berangkat dari bacaan Kitab Suci. Saya kutip Lukas 1 : 38. Kata Maria: “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”. Jawaban Maria sungguh berani, mengapa ? Maria yang baru dalam status bertunangan dengan Yusuf berani mengandung untuk kelak melahirkan seorang anak laki-laki. Ketika Maria menyatakan dirinya sebagai hamba Tuhan, maka rencana Tuhan segera terjadi melalui dirinya. Tidak hanya itu. Karena dirinya merasa hanya hamba Tuhan, maka Maria tidak takut dengan segala risiko yang mungkin terjadi atas kehamilan yang belum waktunya tersebut dan dia tetap setia menjalankan rencana Tuhan tersebut karena dia percaya bahwa ketika Tuhan memilihnya, maka Tuhan juga yang akan selalu menyertai dan melindunginya. Karena kerendahan hati dan kesetiaan pada panggilan hidupnya inilah, maka segala keturunan akan menyebutnya berbahagia karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadanya (bdk Luk 1 : 49 – 49). Kita dapat melihat bahwa rencana Tuhan dapat terjadi melalui orang yang rendah hati dan tetap setia pada rencana Allah. Inilah keutamaan Bunda Maria yaitu RENDAH HATI dan SETIA.

Belajar dari SANTO YUSUF

Tidak banyak yang kita ketahui tentang Santo Yusuf. Kitab Suci menyebutnya sebagai seorang dari keluarga Daud (bdk. Luk 1 : 27). Bahkan tidak pernah ter-kutip satupun kata keluar dari mulut Santo Yusuf. Namun Kitab Suci juga mencatat keutamaan dari Santo Yusuf yaitu bahwa ia seorang yang TULUS HATI. Seorang yang tulus hati tidak akan menimbang untung rugi bagi dirinya ketika berbuat suatu kebaikan karena yang penting baginya adalah tujuan kebaikan itu sendiri tercapai. Kitab Suci telah mencatat tiga kali malaikat Tuhan menjumpai Yusuf dalam mimpi. Pertama, ketika Yusuf akan menceraikan Maria diam-diam (Mat 1 : 18 – 25). Kedua, ketika Yusuf diperintahkan Tuhan untuk menyingkir ke Mesir (Mat 2 : 13 – 15). Dan ketiga ketika Yusuf dipanggil untuk kembali ke Israel sehabis menyingkir ke Mesir (Mat 2 : 19 – 23). Semua yang dikatakan Malaikat Tuhan melalui mimpinya, dia laksanakan dengan setia agar rencana Tuhan boleh terlaksana. Sekali lagi kita dapat melihat bahwa rencana Tuhan dapat juga terjadi melalui orang yang memiliki ketulusan hati dan kesetiaan tugas yang dipercayakan kepadanya oleh Tuhan. Inilah keutamaan Santo Yusuf yaitu TULUS HATI dan SETIA.

RENDAH HATI + TULUS HATI = KASIH

Subjudul diatas seperti matematika. Tidak. Saya tidak sedang mangajar matematika. Ketika sebuah kerendahan hati ditambah dengan Ketulusan hati, maka hasilnya adalah sebuah kasih. Saya yakin kita sudah akan mampu menangkap apa maksud saya ketika saya mencoba meng-analogi-kan sifat-sifat unggul yang dimiliki oleh seseorang, yang jika dipadukan akan membuat Yang Mahakuasa melakukan perbuatan-perbuatan besar melalui orang-orang tersebut (bdk Luk 1 : 49).

Kita semua tahu bahwa Yesus Kristus, Sang sumber KASIH, bahkan DIA adalah KASIH itu sendiri, lahir melalui keluarga sederhana, sebuah keluarga yang dibangun dengan berpondasikan kerendahan hati dan ketulusan hati. YESUS KRISTUS sang KASIH hadir didunia sebagai JURUSELAMAT yang akan membebaskan umat kesayangannya dari belenggu dosa melalui kematian-Nya dikayu Salib. ALLAH yang Mahakuasa mau hadir didunia, dekat dengan ciptaan-Nya sendiri melalui sebuah sarana yaitu keluarga yang dibangun dengan kerendahan hati dan ketulusan hati.

Secara sederhana, saya mau mengajak kita semua untuk membayangkan, tepatnya merenungkan, seandainya keutamaan-keutamaan tersebut kita miliki yaitu rendah hati, ketulusan hati dan kesetiaan pada rencana Allah melalui tugas dan panggilan hidup kita, apa yang akan terjadi ? Santo Paulus mampu menggambarkannya untuk kita secara amat indah bahwa “aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku …. “ (bdk Gal 2 : 20a). Melalui tindakan kasih, baik itu dalam bentuk pikiran, perkataan dan perbuatan kita, maka kita tidak hanya menjadi saksi Kristus melainkan kita telah menghadirkan kembali Kristus di dalam dunia. Karena hanya melalui PERBUATAN KASIH-lah, maka sosok Kristus akan terlihat sangat jelas bagi setiap orang. Dengan demikian, kita hidup, tetapi bukan lagi kita sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam kita. Inilah misi kita sebagai seorang Katolik yang telah menerima Baptisan Suci.

KESIMPULAN

Ternyata, teori untuk membangun sebuah totalitas hidup yang berlandaskan KASIH tidak sulit. Sebuah totalitas hidup kasih adalah keseluruhan pikiran, perkataan dan perbuatan kita hanya berlandaskan kasih semata. Teorinya mudah, tetapi prakteknya harus kita akui tidak semudah membalik telapak tangan.

Keluarga Kudus ; Yesus, Maria dan Yusuf telah memberikan kita sebuah cara, tepatnya sebuah gambaran pola hidup yang mempu melahirkan KASIH. Kerendahan hati, ketulusan hati dan kesetiaan pada rencana dan kehendak Allah ternyata mampu menghadirkan KASIH dalam ke dalam dunia. Saya mau tutup renungan kali ini dengan mengutip sebuah ungkapan hati dari Beata Teresa dari Calcuta :

“ Jika kita rendah hati, tiada yang akan menggoyahkan kita – tidak juga pujian maupun keputusasaan. Jika seseorang mengkritik kita, kita tidak akan merasa putus asa karenanya. Jika seseorang memuji kita, kita tidak akan merasa sombong ”

Tuhan Memberkati

Sabtu, November 22, 2008

LUKAS 19 : 1 -10 ; sebuah refleksi keimanan

Bagi yang belum sempat membaca perikop diatas, baiklah sedikit saya ulas mengenai isinya. Perikop ini bercerita tentang seorang kepala pemungut cukai yang bernama Zakheus, dia seorang yang kaya, yang karena badannya yang pendek, berusaha melihat Yesus yang saat itu sedang masuk ke kota Yerikho dengan cara memanjat pohon Ara. Yesus melihat Zakheus diatas pohon dan mengatakan kepadanya bahwa hari ini Yesus harus menumpang di rumahnya.

Tidak berhenti disitu. Setelah menerima Yesus dirumahnya, Zakheus mengatakan bahwa dia akan memberikan setengah dari miliknya untuk orang miskin dan akan mengembalikan empat kali lipat kepada mereka yang diperasnya. Lalu Yesus mengatakan bahwa telah terjadi keselamatan dirumah ini karena orang inipun anak Abraham.

Dikatakan juga dalam perikop diatas bahwa ketika Yesus mengatakan bahwa Ia akan menumpang di rumah Zakheus banyak orang bersungut-sungut tentang rencana Yesus ini, kata mereka ; “ Ia menumpang di rumah orang berdosa ? ”. Zakheus sebagai kepala pemungut cukai memang sangat dibenci oleh orang Yahudi. Kepala pemungut cukai adalah kepanjangan tangan bangsa penjajah Romawi untuk mengambil pajak dari rakyat yang dijajahnya. Zakheus di cap sebagai orang berdosa karena dia sudah bertindak menghianati bangsanya, bekerja untuk bangsa kafir (Romawi) dan menindas bangsanya sendiri. Dengan demikian Zakheus dianggap telah bertindak tidak sesuai dengan predikatnya sebagai “bangsa terpilih”.

REFLEKSI KEIMANAN

Saudara saudariku yang terkasih, saya melihat ada 3 hal penting yang tersirat dari perikop ini sebagai sebuah refleksi keimanan kita. Refleksi ini menjadi penting untuk melihat sejauh mana dan seberapa benar perjalanan keimanan kita selama ini. Refleksi juga menjadi penting karena memberi kesempatan kepada kita untuk cepat berbalik jika, mudah-mudahan tidak, ternyata selama ini kita mengambil langkah dan jalan yang belum sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan sendiri.

Refleksi pertama. Pada perikop ini kita melihat bagaimana Zakheus berusaha untuk melihat Yesus (ayat 3). Kata kuncinya adalah berusaha. Kata berusaha mengacu pada suatu tindakan aktif yang sungguh-sungguh. Disini Zakheus berusaha sungguh-sungguh untuk melihat dan mendekat kepada Yesus yang saat itu sedang memasuki kota Yerikho. Zakheus tidak duduk berpangku tangan, diam dirumah menunggu Yesus datang dan menghampirinya. Dia berlari untuk mencari posisi yang tepat untuk melihat Yesus.

Disatu sisi kita melihat sikap Yesus yang sangat aktif mendatangi setiap orang perlu diselamatkan-Nya. Yesus tidak datang ke dunia dengan hanya duduk diam dan menantikan setiap orang datang kepada-Nya untuk memperoleh keselamatan. Yesus aktif berkeliling, mencari domba-domba-Nya yang hilang. Disisi lain, kita juga melihat adanya peran aktif dari si pendosa/manusia untuk juga berlari dan datang kepada Yesus. Perlu usaha yang sungguh dari manusia untuk mendekat dan datang kepada Yesus untuk kemudian mengenal-Nya lebih dalam lagi. Yesus tidak bisa sendirian menyelamatkan manusia. Yesus memerlukan tanggapan positif dan kerjasama dari manusia. Yesus memerlukan komitmen manusia bahwa ia sungguh-sungguh ingin diselamatkan.

Refleksi apa yang bisa kita pakai untuk melihat diri sendiri saat ini ? Mari kita lihat, sudahkan kita saat ini sedang berusaha sungguh-sungguh untuk mencari dan mengenal siapa Yesus yang sebenarnya dan apakah peran-Nya dalam kehidupan kita ? Apakah kalau kita retreat kita sedang berusaha sungguh-sungguh ingin mempertebal iman kita atau hanya untuk rekreasi ? Apakah kalau masuk bergabung dengan suatu komunitas atau kelompok kita sedang berusaha sungguh-sungguh ingin bertumbuh bersama dalam iman atau sekedar adu gengsi karena kelompok tersebut terkenal ? Kalau kita ke Gereja apakah sekedar karena status kita yang Katolik atau karena ada kerinduan yang sungguh untuk bertemu dengan Yesus didalam Ekaristi ? Sejauh mana saat ini kita berusaha sungguh-sungguh untuk mengenal Yesus melalui Kitab Suci dan Ajaran Gereja ? Kalau ingin digali lebih dalam lagi masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang dapat muncul untuk melihat sejauh mana kita berusaha sungguh-sungguh untuk mengenal Yesus sang Penyelamat itu.

Refleksi kedua. Ketika Zakheus berusaha sungguh-sungguh untuk melihat Yesus, ia terkendala oleh satu kelemahan yaitu bahwa ia seorang yang badannya pendek (ayat 3).

Didalam upaya kita untuk mencari dan mengenal Yesus lebih dalam lagi kita juga sering menghadapi kendala. Kendala ini menghambat pencarian kita untuk melihat dan mengenal Yesus lebih jauh lagi. Kita lihat contoh Zakheus. Usahanya yang sungguh-sungguh untuk mencari dan melihat sosok Yesus memberinya kekuatan untuk melepaskan diri dari segala kelemahannya. Kalau Zakheus tetap pada kelemahannya (badan pendek) dan tidak berusaha sungguh-sungguh mengatasi kelemahannya dengan memanjat pohon Ara (ayat 4), maka dia tidak akan pernah melihat Yesus. Lalu apa yang menjadi kelemahan kita sebagai manusia modern saat ini ? Sudah tidak asing lagi, kita mengenal istilah BONGKIBULGELIMANA (sering juga kita menyebutnya 7 dosa pokok) akronim dari KesomBONGan, KIkir, caBUL, GELojo/keserakahan, Iri hati, MAlas dan MArah. Setiap manusia mempunyai satu atau lebih kelemahan yang cenderung dominan. Melalui kelemahan yang dominan inilah biasanya setan menjerumuskan manusia jauh lebih dalam ke dalam dosa, biasanya tanpa manusia menyadarinya.

Dosa inilah yang oleh Nabi Yesaya dikatakan sebagai sesuatu yang menghalangi tangan Tuhan untuk menyelamatkan kita, dosa juga yang membuat doa kita tidak ‘terdengar’ oleh Tuhan, dosa juga yang memisahkan manusia dengan Allah-nya (bdk Yes 59 : 1-2). Seperti Zakheus, ketika kita mau melepaskan diri dari kelemahan kita, maka kita akan segera terlihat dengan jelas oleh Yesus dan Yesus akan segera menawarkan diri-Nya untuk tinggal di hati kita.

Refleksi ketiga. Apa yang dikatakan Zakheus ketika telah menerima Tuhan didalam rumahnya. Ayat 8 mengatakan dengan jelas bahwa Zakheus akan menyerahkan setengah dari miliknya kepada orang miskin dan akan mengembalikan empat kali lipat kepada mereka yang telah diperasnya. Apa yang ingin digambarkan dengan tindakan Zakheus disini adalah bahwa ketika seseorang telah menerima Yesus dengan sungguh didalam hatinya, hal kemudian yang akan dilakukannya adalah membangun kepedulian kepada sesama sekaligus memperbaiki relasi yang rusak dengan sesamanya. Tentang hal ini, Yesus juga pernah mengingatkan kita tentang 2 (dua) Hukum Utama yaitu mencintai Allah dan sesama pada saat yang sama (bdk Mat 22 : 34 – 40). Rasul Yohanes pun dalam suratnya yang pertama mengingatkan kita bahwa jika seseorang mengaku berada dalam terang tetapi membenci saudaranya, sebenarnya ia masih berada didalam kegelapan (bdk 1 Yoh 1 : 9).

Refleksi ketiga ini mau mengundang kita masuk lebih dalam ke dalam diri sendiri untuk melihat sejauh mana kepedulian dan relasi kita dengan sesama. Apakah kehadiran kita di dalam keluarga, lingkungan atau komunitas sungguh menyejukkan, membangun kerukunan, pembawa damai, menggembalakan ? Atau sebaliknya, sosok kita menjadi sosok yang nyebelin, selalu mendominasi, tak terbantahkan, pemecah belah, mau menang sendiri ?

Secara radikal saya mau mengatakan bahwa kepedulian dan relasi kita dengan sesama merupakan tolok ukur untuk melihat sejauh mana kesungguhan kita dalam mencari dan mengenal Yesus (refleksi pertama) sekaligus juga untuk mengukur kesungguhan kita apakah kita sungguh mau melepaskan diri kita dari segala kelemahan kita (refleksi kedua) demi cinta kepada Yesus

Yesus Kristus Penyelamat kita adalah sebuah contoh yang sangat sempurna yang menggambarkan kesempurnaan relasi dengan Allah yang tercermin melalui kesempurnaan relasi-Nya dengan sesame manusia. Dengan pertolongan dan kekuatan dari Yesus sendiri, mari kita memulainya, kalau memang kita belum pernah memulainya, meneladan Tuhan dan Guru kita.

KESIMPULAN

Perikop tentang Zakheus ini memberi pesan yang mendalam bagi kita umat Katolik untuk melakukan sebuah refleksi keimanan kita. Sikap Zakheus yang mau dengan sungguh mencari dan melihat sosok Yesus secara utuh (refleksi pertama) memberinya kekuatan untuk mau melepaskan diri dari segala kelemahannya (refleksi kedua). Kedua tindakan yang didasari oleh kesungguhan yang besar ini akhirnya mengundang Yesus menawarkan diri-Nya untuk hadir di dalam rumahnya. Kehadiran Yesus di dalam rumah Zakheus (baca didalam hati kita) akhirnya secara radikal merubah Zakheus yang kemudian berniat membangun kepedulian kepada sesama sekaligus membangun kembali relasi dengan sesamanya yang selama ini telah rusak.

Sikap Zakheus dalam perikop ini dapat menjadi cermin yang baik untuk melihat kehidupan keimanan kita selama ini. Kalau selama ini kita menjalani keimanan kita tanpa kita pernah merefleksikan dan mengukurnya, Zakheus telah menjadi contoh yang sangat baik.

Tuhan Memberkati

Selasa, November 18, 2008

PELAYANAN

Pertama kita mendengar kata pelayan, pikiran kita langsung mengarah kepada pekerjaan seseorang yang yang mempunyai tugas untuk membawakan sesuatu yang dibutuhkan oleh orang lain. Misalnya saja pelayan restauran. Tugasnya adalah membawa dan menyediakan pesanan pangunjung restauran tersebut dan menyajikannya diatas meja. Pelayan rumah tangga atau bisa kita menyebutnya pembantu rumah tangga, tugas hariannya adalah membuat rumah agar selalu terlihat bersih, rapih. Tidak hanya itu, pembantu rumah tangga juga biasanya mencuci, menstrika pakaian agar pakaian selalu siap dipakai oleh majikannya. Singkat cerita, pekerjaan pelayan adalah membuat orang yang dilayaninya menjadi seperti raja, mau makan – tinggal makan, mau pakai baju – tinggal pakai, rumah – tahu beres. Sepertinya berat sekali tugas pelayan itu.

DASAR PELAYANAN KRISTEN
Sebagai seorang Kristen, sering kita mendengar kata-kata ‘pelayanan’ terutama bagi mereka yang aktif di dalam Gereja. Pelayan bagi orang Kristen mempunyai banyak ‘bentuk’. Seseorang yang berkotbah menyebut dirinya melayani, sebagai team doa – juga melayani, sebagai tatib – juga melayani, dan masih banyak lagi bentuk-bentuk pelayanan. Lalu apa sih sebenarnya pelayan-pelayan Kristen itu ?

Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Santo Paulus mengatakan “ ……………….. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin dan untuk berkata-kata dalam bahasa Roh (1 kor 12 : 28b)”. Juga dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus Santo Paulus mengatakan “ …….., supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. (2 Kor 8 : 4)”. Kepada jemaat di Efesus, Santo Paulus juga mengatakan hal yang sama. “ Dari Injil itu aku telah menjadi pelayannya menurut pemberian kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku sesuai dengan pengerjaan kuasa-Nya” (Ef. 3 : 7). Dari ketiga bacaan diatas, jelas dikatakan bahwa pelayanan adalah karunia yang diberikan Allah kepada kita.

Selanjutnya mari kita belajar dari Yesus sendiri. Saya coba kutip dari Matius 20 : 28 yang berbunyi “sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”. Hal yang sama juga dapat kita baca pada Markus 10 : 45. Apa yang dilakukan sekaligus diperjuangkan oleh Yesus selama hidup-Nya didunia bukanlah untuk mencari popularitas atau kekuasaan duniawi, tetapi yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Flp 2 ; 6). Yang Dia lakukan justru meninggalkan kemuliaan surgawi yang tak terbatas masuk ke dalam keterbatasan kehidupan sebagai manusia. “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp 2 : 8)”. Apa yang mau Yesus katakan disini adalah totalitas tanpa pamrih. Allah Putra mau meninggalkan kemuliaan surga menjadi manusia, melayani ciptaan-Nya sendiri dalam arti mau menjadi kurban penebus, agar manusia, ciptaan-Nya itu, boleh kembali menyandang citra-Nya sendiri. L u a r b i a s a ……. Inilah KASIH.

Di dalam Katekismus Gereja Katolik (No. 1213) dikatakan Pembaptisan suci adalah dasar seluruh kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam Roh. Oleh pembaptisan, kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah; kita menjadi anggota-anggota Kristus, dimasukkan ke dalam Gereja dan ikut serta dalam perutusannya : “Pembaptisan adalah Sakramen kelahiran kembali oleh air dalam sabda”.

Sakramen Baptis juga disebut “ ……. permandian kelahiran kembali dan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus (Tit 3 : 5) “. Santo Paulus, dalam Kis. 2 : 38 mengatakan “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”.

Dari beberapa uraian diatas, kita dapat kita simpulkan beberapa hal :

Pertama, pelayanan adalah suatu karunia yang diberikan Roh Tuhan kepada tiap-tiap orang orang secara khusus, seperti yang di kehendaki-Nya (bdk 1 Kor 12 : 11) dan untuk kepentingan bersama (bdk 1 Kor 12 : 7). Karena manusia memperoleh karunia-karunia itu dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula karunia itu dengan cuma-cuma (bdk Mat. 10 : 8b) dan melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus (1 Ptr 4 : 11). Karena ini adalah karunia, maka tidak ada alasan untuk memegahkan diri – hendaklah tetap rendah hati.
Kedua, seperti Kristus, pelayanan juga harus dilakukan dengan totalitas penuh, artinya, apapun bentuk pelayanannya, harus dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa ini dilakukan demi cinta kita kepada Yesus dan sesama. Semangat pelayanan hendaknya murni untuk melayani Tuhan, bukan untuk kepentingan diri sendiri (Statuta KTM No. 62.1), bukan sekedar kewajiban, atau ada perasaan tidak enak kepada orang-orang tertentu atau mungkin sekedar mengisi waktu luang. Lebih bahaya lagi kalau pelayanan dilakukan supaya mendapat pujian dari orang lain atau untuk mendapatkan popularitas. Orang-orang yang kita layani harus merasakan buah-buah Roh. Seperti pohon yang memiliki buah yang baik dan berlimpah, sebagian besar dinikmati oleh orang lain bukan untuk dirinya sendiri.
Ketiga, pelayanan adalah salah wujud keikutsertaan kita didalam tugas perutusan. Seperti Kristus keluar dari Surga, datang kepada manusia untuk membagi kasih dan membawa manusia kepada keselamatan. Sama seperti Yesus yang datang kedunia untuk melayani manusia, membagi kasih dan membawa keselamatan, kita orang-orang Kristen sebagai murid-murid Yesus juga dipanggil untuk hal yang sama. Kita harus keluar dari diri sendiri, menjadi seorang utusan dan menjadi hamba bagi orang lain. “ ….. sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” (Yoh 20 : 21). Pelayanan juga berarti pewartaan. Kita yang sudah mengalami kasih Allah, juga ingin membawa orang lain pada pengalaman Kasih Allah yang sama itu (Misi KTM).

PELAYANAN DI DALAM KOMUNITAS

Menurut Statutanya, Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) lahir di dalam Gereja sebagai komunitas awam yang berinspirasikan pada Komunitas Kristiani yang pertama, untuk melayani umat Allah dimana Doa dan Kontemplasi serta peresapan Sabda Allah dan keterbukaan terhadap Roh Kudus dengan segala karuniaNya menduduki tempat yang sentral dalam hidup berkomunitas (Statuta No. 05, 06 dan 07).

Sebagai sebuah komunitas, maka tumbuh kembangnya komunitas sangat tergantung pada peran aktif masing-masing anggotanya. Karena norma tertinggi untuk hidup di dalam komunitas adalah teladan Yesus Kristus sendiri dan keterbukaan terhadap karunia Roh Kudus, maka bertumbuhnya komunitas akan sejalan dengan semakin bertumbuhnya karunia-karunia yang dimiliki oleh masing-masing anggotanya.

Pelayan, sebagai Pemimpin Komunitas, sangat berperan besar disini. Pelayan dipanggil untuk mengambil bagian dalam karya penggembalaan Kristus secara istimewa (Statuta No. 42). Dan sebagai gembala, pelayan diminta untuk menggembalakan kawanan domba Allah yang ada padanya, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah dan hendaknya menjadi teladan bagi kawanan domba itu (bdk 1 Ptr 5 2-3).

Pelayan, pada semua tingkatan, harus peka melihat karunia-karunia yang berbeda-beda yang ada pada anggota-anggotanya, membuatnya semakin bertumbuh dalam kasih dan kerendahan hati, baik melalui pembinaan-pembinaan, kesempatan melayani didalam maupun diluar komunitas dalam berbagai bentuknya. Kesempatan melayani baik dalam bentuk pelayanan doa, pewartaan maupun dalam bentuk lainnya (tatib, catcher, figure dll) merupakan kesempatan yang baik untuk menguji sejauh mana seorang anggota komunitas telah bertumbuh dalam kasih dan kerendahan hati. Sebab bertumbuhnya karunia-karunia yang berbeda yang dimiliki oleh tiap-tiap anggota akan membuat komunitas tersebut menjadi tubuh yang lengkap dan hidup.

Ini hanya mungkin jika Pelayan secara aktif mau memantau perkembangan (masing-masing) anggota komunitasnya dan selalu berada dekat dengan mereka. Seorang Pelayan bukanlah seorang yang duduk pada ‘menara gading’ yang hanya menunggu laporan dan meminta anggotanya memperbaiki dirinya sendiri. Seorang Pelayan harus mau mengasuh domba-dombanya (Statuta No. 43). Inilah pengorbanan seorang pelayan disamping harus menjadi teladan bagi yang lain. Rahmat kebijaksanaan sangat dibutuhkan oleh seorang Pelayan didalam komunitas. Mati hidupnya Komunitas sangat tergantung pada semangat dan dedikasi para Pelayannya.

KESIMPULAN

Pertama kita mendengar kata Pelayan, pikiran kita langsung terarah pada tindakan-tindakan apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain. Sebagai seorang Kristen, kata pelayanan membawa pikiran kita mengarah pada suatu definisi dimana kita melakukan suatu tindakan kebaikan kepada orang lain tanpa pamrih apapun. Apa cukup kesimpulan seperti itu ?

Pelayanan Kristen harus didasarkan pada beberapa hal : Pertama, pelayanan harus disadari sebagai suatu karunia cuma-cuma yang diberikan Allah kepada kita untuk kita pakai sesuai dengan kehendakNya. Kedua, pelayanan harus dilakukan dengan totalitas penuh. Semangat pelayanan hendaknya murni untuk melayani Tuhan, bukan untuk kepentingan diri sendiri, seturut teladan Yesus sendiri. Ketiga, pelayanan adalah salah wujud keikutsertaan kita didalam tugas perutusan. Kita harus keluar dari diri sendiri, menjadi seorang utusan dan menjadi hamba bagi orang lain.

Didalam komunitas (KTM) bertumbuhnya komunitas akan sejalan dengan semakin bertumbuhnya karunia-karunia yang dimiliki oleh masing-masing anggotanya. Sebab bertumbuhnya karunia-karunia yang berbeda yang dimiliki oleh tiap-tiap anggota akan membuat komunitas tersebut menjadi tubuh yang lengkap dan hidup. Pelayan, pada semua tingkatan, harus peka melihat karunia-karunia yang berbeda-beda yang ada pada anggota-anggotanya dan membuatnya semakin bertumbuh dalam kasih dan kerendahan hati. Seorang Pelayan harus mau mengasuh domba-dombanya dan menjadi teladan karena mati hidupnya Komunitas sangat tergantung pada semangat dan dedikasi para Pelayannya.
Tuhan Memberkati. Amin

Kamis, November 13, 2008

PIPA KOSONG

Dalam suatu kesempatan didalam keheningan, tiba-tiba terlintas dalam benak saya sebuah pertanyaan atau lebih tepatnya sebuah permenungan. Mengapa Tuhan menberikan kita dua buah telinga, dua buah mata, dua buah tangan dan dua buah kaki, sementara manusia hanya diberi sebuah mulut.

‘Permenungan’ ini tidak berlangsung lama karena Tuhan segera memberikan jawabannya. Telinga dan mata berfungsi untuk menangkap sesuatu. Sesuatu yang bersuara akan segera tertangkap oleh telinga dan langsung dikirim kepada otak untuk di cerna, disaring dan disimpulkan untuk kemudian disimpan didalam hati. Demikian juga dengan mata. Mata akan menangkap segala sesuatu yang melintas didepan kita, baik sengaja maupun tidak, dan juga langsung dikirim ke otak untuk di cerna , disaring, disimpulkan dan kemudian disimpan didalam hati. Jika sesuatu yang kita dengar dan lihat itu sesuatu yang benar dan bermanfaat akan segera memperkaya jiwa kita. Jika sebaliknya, tentu akan memiskinkan jiwa kita

Setelah kita kaya, tangan dan kaki, yang masing-masing berjumlah dua buah sama seperti mata dan telinga, diharapkan akan berkarya dan membagi kekayaan itu kepada orang lain. INILAH PRINSIP KEKRISTENAN – MENJADI SALURAN KASIH bagi sesama.

Mata dan telinga, yang masing-masing berjumlah 2 buah, menjadi pintu gerbang untuk menimba kekayaan iman sedangkan tangan dan kaki, yang juga masing-masing berjumlah 2 buah, menjadi ujung tombak atau pintu keluar setiap karya amal kasih. Kita memberi dari sesuatu yang kita miliki. Berkat, rahmat, karunia yang sudah Tuhan berikan kepada kita secara cuma-cuma hendaknya juga kita bagikan kepada sesama secara cuma-cuma. Kita bentuk diri kita menjadi sebuah pipa kosong yang menyalurkan berkat Tuhan untuk sesama.

Lalu mengapa kita hanya memiliki 1 (satu) buah mulut ? Jawabnya ; “hendaknya kita lebih banyak melakukan karya amal kasih daripada berbicara banyak tentang kasih – inilah bentuk pewartaan yang sesungguhnya”.


Tuhan Memberkati.

Jumat, Oktober 31, 2008

ber-UBAH agar ber-BUAH

Sudah sangat sering kita mendengar bahwa dikalangan Gereja Kristen tertentu yang mengajarkkan bahwa sebagai orang Kristen, yaitu orang yang percaya kepada Yesus Kristus pasti akan masuk surga. Tidak heran karena mereka menganut dogma Sola Vide, suatu ajaran yang mengatakan bahwa hanya iman saja yang akan menyelamatkan mereka. Ajaran ini tidak dianut oleh Gereja Katolik dimana Iman tidak dapat dilepaskan dari perbuatan nyata kita. Iman menjadi mati kalau hanya terucap dibibir dan tidak ada tindakan nyata. (bdk Yakobus 2 : 17). Cinta kepada Allah harus sejalan dengan cinta terhadap sesama (bdk Luk 11 : 42).

Juga sering kali mereka menyebut orang-orang yang telah mengenal Kristus sebagai orang yang telah ‘bertobat’. Dengan telah ‘bertobat’ atau masuk agama Kristen berarti mereka sudah di-‘selamat’-kan. Seolah hidup mereka sudah sempurna dan pasti masuk surga. Cukup ‘satu kali’ bertobat, yaitu dengan mulut mengatakan bahwa sudah percaya kepada Kristus, seolah surga sudah berada dalam genggaman mereka. Sekali lagi, menurut ajaran Gereja Katolik, pertobatan harus dilakukan setiap hari, setiap jam bahkan setiap detik. Pertobatan adalah suatu tindakan untuk melawan kecenderungan berbuat dosa yang selalu menguasai kita sebagai manusia. Bertobat harus diikuti dengan tindakan menghasilkan buah yang baik (bdk Mat 3 : 8 & 10).

LANGKAH LANGKAH PERTOBATAN

Bertobat artinya mengakui kedosaan kita. Bertobat juga mengandung unsur penyesalan dan membangun niat untuk tidak melakukannya lagi. Pertobatan bukanlah hal mudah karena memang tidak mungkin dilakukan dengan kekuatan manusia sendiri. Bertobat artinya manusia tidak lagi hanya mengandalkan kekuatannya sendiri tetapi membiarkan dirinya dipimpin oleh Roh (Gal 5 : 25). Bahkan seorang Santo Paulus-pun mengakui bahwa didalam dirinya tidak ada sesuatu yang baik dan selalu melakukan hal-hal yang tidak dikehendakinya yaitu yang jahat (bdk Rm 7 : 18 – 25). Beberapa langkah dibawah ini, meski tidak sempurna, mungkin dapat membantu kita memulai langkah pertobatan.

Pertama, harus dimulai dengan komitmen pribadi. Komitmen adalah suatu keputusan pribadi untuk tetap melakukan sesuatu walau berbagai halangan datang mengganggu merintangi. Komitmen untuk bertobat adalah suatu komitmen untuk berubah, menanggalkan cara hidup yang lama dan menjadi manusia baru yang melakukan kehendak Allah. Komitmen pribadi untuk bertobat merupakan suatu keputusan tepat didalam menggunakan kehendak bebas dan merupakan jawaban atas inisiatif Allah yang hendak menyelamatkan manusia.

Kedua. Memohon kekuatan dan rahmat kebijaksanaan dari Allah. Sekuat apapun komitmen yang telah kita ucapkan dan niatkan, tidak akan pernah cukup memberi kakuatan kepada kita untuk berubah menjadi lebih baik. Kekuatan dari Allah dapat diperoleh melalui Ekaristi, doa dan pembacaan Kitab Suci (bdk Rm 1 : 16 – 17). Ingat …. setan tidak akan tinggal diam melepaskan manusia berdosa untuk kembali kepada Allah. Dengan liciknya, setan akan mengambil segala cara untuk tetap menempatkan manusia dibawah kendalinya. Segala tipu daya telah disiapkannya untuk tetap menguasai manusia melalui kelemahan manusia. Rahmat kebijaksanaan akan memampukan kita melaksanakan kehendak Allah sesuai konteks dan tulus berdasarkan iman.

Ketiga. Dengan komitmen pribadi dan dengan segenap kekuatan dari Allah, kita harus berani menilai diri sendiri secara jujur. Dengan rendah hati kita harus berani melihat kekurangan / kelemahan kita. INILAH LANGKAH TERSULIT. Ingat 7 (tujuh) dosa pokok ; KesomBONGan, KIkir, caBUL, GELojo/keserakahan, Iri Hati, MAlas dan MArah. Dikatakan dosa pokok karena melalui perbuatan dosa inilah akan timbul dosa-dosa turunan lainnya. Setiap manusia mempunyai satu atau lebih dosa pokok yang cenderung dominan. Melalui kelemahan yang dominan inilah biasanya setan menjerumuskan manusia jauh lebih dalam ke dalam dosa, biasanya tanpa manusia menyadarinya.

Berbagai tipu daya, segala sesuatu yang salah seolah-olah akan terlihat benar dan suci. Hati-hati ….. setan dapat menyamar seperti malaikat terang (2 Kor 11 : 14). Salah satu contoh pernah diutarakan oleh Santo Paulus dalam suratnya kepada umat di Roma yang mengatakan bahwa manusia harus berubah melalui pembaharuan budi (bdk Rm 12 : 2). Saat itu saja sudah terjadi bahwa manusia cenderung menjadikan kemampuan berfikirnya sebagai tuhan. Segala sesuatu harus diukur berdasar logika dan akal. Sesuatu yang tidak masuk diakal tidak harus dipercaya. Hal ini dilihat oleh Paulus sebagai sesuatu yang sangat berbahaya. Sekali lagi saya mau tegaskan, langkah ketiga inilah langkah tersulit. Jika kita gagal pada tahap ini, maka sebuah proses pertobatan hanya akan berjalan ditempat.

Keempat. Menjadi pelaku Firman (Yak 1 : 22). Ibadah yang murni adalah praktek kasih terhadap sesama (bdk Yak 1 : 27). Bahkan Yesus dengan tegas mengatakan bahwa yang berhak masuk ke dalam Kerajaan Allah ialah mereka yang melakukan kehendak Bapa (bdk Mat 7 : 21). Menjadi pelaku Firman sesuai dengan kehendak Bapa adalah buah dari suatu pertobatan yang sesungguhnya. Langkah ketiga diatas tidak lain adalah upaya aktif manusia untuk menjadikan hatinya menjadi tanah yang subur agar benih (Firman Allah) yang ditaburkan dapat tumbuh dan berbuah (bdk Luk 8 : 4 – 15). Dosa adalah bebatuan, semak berduri yang tumbuh didalam hati manusia.

PERTOBATAN ADALAH SEBUAH PROSES

Pastor Anthony de Mello, S.J. dalam bukunya yang berjudul “Hidup di hadirat Allah” mengatakan ‘Tobat adalah sikap dasar hidup seorang Kristen; sikap dasar yang harus selalu ada. Ia harus mengakui kedosaannya. Tidak membenarkan diri, tidak mencari dalih. Ia juga harus mengakui ketidakmampuannya untuk keluar dari kedosaannya dan kebutuhannya yang mutlak akan kuasa penyelamatan Allah yang dinyatakan dalam Kristus’.

Beberapa langkah seperti yang diutarakan diatas bukan langkah-langkah berurutan dimana langkah tertentu baru dapat dilakukan setelah langkah sebelumnya selesai dilaksanakan. Sebagai seorang Kristen kita sepakat bahwa pertobatan harus dilakukan setiap detik, artinya juga, seperti dikatakan Anthony de Mello, pertobatan adalah sikap yang harus selalu ada. Hal ini berarti bahwa komitmen pertobatan, memohon kekuatan dari Allah, kejujuran menilai diri sendiri dan melaksanakan kehendak Allah adalah sikap yang harus diusahakan dan dibangun setiap hari BAHKAN SETIAP DETIK.

Layaknya sebuah pertandingan, sebuah proses juga memiliki garis awal dan garis akhir. Setelah garis awal, maka yang harus kita lakukan adalah berjuang sekuat tenaga agar kita mempu mencapai garis akhir dan memenangkan pertandingan. Banyak dari kita mengetahui kapan kita harus memulai suatu pertobatan, tetapi tanpa sadar, banyak orang sebenarnya tidak berani berlari, memulai langkah pertama mengalami diproses untuk akhirnya sampai kepada sikap bertobat yang sesungguhnya.

Setiap kali kita mengalami kegagalan, jatuh dalam dosa dan kelemahan yang sama, kita akan mengatakan ; “ yah ….. namanya juga proses, pasti ada jatuh bangunnya …. “. Ini adalah sikap pembenaran diri. Sikap mencari dalih dengan mempersalahkan kelemahan-nya sebagai manusia. Menjalani proses pertobatan adalah menjalani sebuah pertandingan iman dimana semua perserta harus berlari, harus mampu menguasai dirinya dalam segala hal untuk memperoleh mahkota abadi (bdk 1 Kor 9 : 24 – 25).

Penting bagi kita untuk mengetahui dimana posisi kita di dalam sebuah proses pertobatan. Apakah kita baru mempersiapkan diri menuju garis awal, sedang berdiri digaris awal, apakah sudah memulai langkah pertama, ataukah tengah berlari kencang dengan berupaya keras mengatasi segala bentuk kelemahan kita. Mencari dalih dengan mengatasnamakan kelemahan kemanusiaan kita sebenarnya hanya akan menunjukan bahwa kita sebenarnya tidak pernah mengambil langkah pertama dalam proses pertobatan kita. Mencari dalih juga menunjukan bahwa kita sebenarnya enggan meninggalkan cara hidup kita yang lama. Kita masih diikat oleh ke-egoisme-an kita. Tanpa sadar, kita sebenarnya sedang ditahan oleh iblis agar kita tidak mengambil langkah pertama dalam pertandingan iman kita, mengalami di-proses dalam pertobatan.

Sikap pertobatan yang sesungguhnya adalah adalah saat kita sedang berlari kencang, berjuang keras mengatasi segala kelemahan dan tidak lagi menoleh kebelakang. Garis akhir sebuah proses pertobatan yang berhasil adalah mahkota keabadian – hidup kekal bersama KRISTUS (1 Tim 6 : 12a).

BUAH PERTOBATAN

Manusia yang dengan rela memasuki proses pertobatan berarti membiarkan dirinya dipimpin oleh Roh Kudus. Maka buah yang dihasilkan adalah buah-buah Roh seperti ; kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (Gal 5 : 22 – 23). Siapa yang merasakan buah-buah tersebut ?

Kita analogikan sebuah pohon. Ketika sebuah pohon menghasilkan buah yang melimpah, manis dan segar, siapa yang terutama merasakannya ? Apakah pohon itu sendiri ataukah sesuatu diluar dirinya ? Tentu saja sesuatu diluar dirinya yaitu manusia yang menikmati manis dan segarnya buah dari pohon tersebut. Kalau pohon yang berbuah lebat dipagari sehingga tidak ada seorangpun yang dapat memetik dan merasakannya, maka buah tersebut akan menjadi busuk dan tidak berguna.

Demikian juga dengan buah-buah pertobatan kita, terutama harus dapat dirasakan oleh orang lain. Perbuatan kita harus dapat mencerminkan Kristus yang adalah Kasih, menunjukan kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan dan kelemahlembutan. Kehadiran kita harus membawa sukacita dan damai sejahtera. “Sebuah proses pertobatan namun masih dipagari oleh kesombongan, egoisme dan merasa diri selalu benar hanya akan membuat hati kita buta dan keras, sama seperti orang Farisi”, begitu kata Anthony de Mello dalam buku yang sama.

TUHAN MEMBERKATI

Sabtu, Agustus 09, 2008

Tuhan menegur melalui sebuah perkara kecil

Suatu hari ketika kami sekeluarga sedang bepergian, kami melalui sebuah jalan yang cukup padat. Tidak hanya padat oleh kendaraan bermotor tetapi juga oleh orang-orang yang berlalu lalang. Sudah menjadi suatu pemandangan yang lazim di negeri ini, terutama daerah pinggiran, kendaraan umum, kendaraan roda dua, ojek, dan orang berlalu lalang tanpa memperhatikan rambu-rambu yang ada.

Kami sampai disebuah traffic light. Kami berhenti ketika lampu menyala merah. Kami tidak menunggu terlalu lama karena lampu traffic light tersebut kemudian menyala hijau. Namun yang terjadi kemudian, laju kami kembali terhenti karena ada beberapa orang melintas didepan kendaraan kami walau saat itu lampu sudah menyala hijau dan seharusnya penyeberang jalan menunggu sebentar sampai lampu kembali menyala merah. Saya tidak kesal, namun dengan gaya bercanda saya berbicara kepada anak saya, masih kelas 6 SD, yang duduk disebelah saya. Saya berkata begini ; “ Ci .. (kami biasa memanggilnya Ci, dari kata Cici, karena dia anak kami yang paling besar), lihat tuh, orang-orang yang nyebrang itu pasti tidak lulus SD”. Anak saya bertanya kepada saya dengan nada dan wajah heran, “Kok papa tahu ?”. Saya menjawab “soalnya mereka menyebarang jalan ketika lampu menyala hijau, seharusnyakan ngga begitu”, kata saya demikian. Kemudian saya melanjutkan “Kan anak-anak SD sudah diajarin kalau nyebrang jalan tunggu lampu merah, bukan lagi hijau”. Anak saya diam saja dan kembali mengarahkan wajahnya kedepan.

Beberapa waktu kemudian liburanpun tiba. Kami sekeluarga pergi berlibur ke Kota Bandung selama beberapa hari. Seperti biasa ketika orang berkunjung ke Bandung, kalau tidak cari makanan yang pasti larinya ke Factory Outlet atau lebih ngetop disebut FO.

Ketika kami mau berpindah dari satu FO ke FO lainnya, kami melintasi sebuah jalan. Kedua FO tersebut letaknya berseberangan jalan disebuah per-empat-an jalan di kawasan jalan Riau. Disana ada traffic light. Siang itu saya dan anak saya (kebetulan sedang dengan anak saya yang besar, si Cici itu tadi) hendak berpindah FO dan hendak melintas jalan. Saat itu jalan yang harus kami lintasi dalam keadaan sangat kosong, tidak ada satu kendaraanpun dari kedua lajur yang memang sudah ada jalur hijau ditengahnya itu. Traffic light dalam keadaan hijau. Karena sama sekali tidak ada kendaraan, maka kami melintas. Baru dua langkah kami melangkah, tiba-tiba dari belakang saya ada seseorang yang memanggil saya, “Pak … Pak …!!!”. Saya menoleh untuk melihat siapa yang memanggil saya, rupanya seorang pedagang dipinggir jalan tersebut. Dia langsung berkata “Nyebrangnya nanti tunggu merah .. !!”.

Saat itu saya langsung teringat dengan kata-kata yang pernah saya ucapkan dengan gaya bercanda kepada anak saya seperti yang saya ceritakan diatas tadi. Saat itu saya merasa mendapat teguran dari Tuhan yang langsung mengenai sasaran. Tuhan menegur saya lewat orang kecil pinggiran jalan, pedagang pinggir jalan yang mungkin tidak pernah mengenyam pendidikan sama sekali. Walau dengan gaya bercanda, nyatanya saya telah menghakimi orang dengan mengatakan bahwa orang tersebut tidak lulus SD hanya karena menyeberang jalan saat lampu hijau dan sekarang saya melakukan hal yang sama.

Tuhan Guru yang maha sempurna

Apa yang saya rasakan kemudian menjadi sangat jelas. Tuhan memberikan suatu pelajaran berharga bagi saya agar saya menjadi semakin dimurnikan hari demi hari. Tanpa sadar, walau dengan gaya bercanda, sering keluar dari mulut kita ucapan-ucapan yang ternyata bersifat penghakiman atas orang lain. Walau dengan gaya bercanda pula, seringkali ucapan-ucapan kita ternyata membuat orang lain terluka dan membekas perih didalam hati seseorang. Rasul Yakobus dalam suratnya mengatakan “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi” (Yak 3 : 9 – 10).

Saya bersyukur memiliki Tuhan yang begitu baik, yang tidak pernah membiarkan kita jatuh lebih dalam kedalam lumpur dosa. Bayangkan … kalau saja siang itu Tuhan Bapa kita tidak menegur saya lewat pedagang kecil pinggir jalan, saya tidak pernah tahu kalau ucapan saya itu ternyata hanya sebuah ungkapan kesombongan bahwa saya adalah orang yang paling benar. Surat Yakobus ini pernah beberapa kali saya pakai sebagai bahan renungan didalam pertemuan sel. Melalui peristiwa ini, melalui teguran Tuhan, maka Firman Tuhan melalui Rasul Yakobus tidak hanya berhenti dikepala sebagai hafalan belaka tetapi kemudian akan benar-benar melekat dihati.

Ya .. melalui peristiwa ini, Tuhan memberi pelajaran bahwa tidak ada hal sepele didunia ini selama kita mau melihatnya sebagai sebuah karya Tuhan dalam merenda hidup kita untuk menjadi semakin dimurnikan setiap hari. Sepertinya ini hanya sebuah perkara kecil, ya .. tetapi kalau dibiarkan akan menjadi sebuah benih unggul yang akan menjadi pohon kesombongan yang sangat rindang.

Terima kasih Bapa. Aku bersyukur boleh mengenal Engkau Guru yang maha sempurna. Amin.

Sabtu, Juni 14, 2008

MATEMATIKA ROHANI

Bapak dan Ibu yang terkasih, saya mau mencoba memberi suatu gambaran yang sangat sederhana bagaimana kita harus belajar rendah hati. Ini teori yang sangat sederhana, walau prakteknya tidak sesederhana teorinya.

Saya mendapat gambaran ini dari seorang teman yang kebetulan ketika saya ajak untuk ikut sel yang bersangkutan bersedia, meskipun setelah itu tidak pernah muncul lagi. Tetapi kehadirannya yang hanya sekali itu, ternyata melalui dia, Tuhan memberikan suatu pengajaran penting bahwa kerendahan hati itu sebenarnya begitu sederhana. Mari kita ikuti teori matematika dibawah ini :

Kita semua tahu bahwa :

1 : 2 = 1/2

1 : 3 = 1/3

1 : 4 = 1/4

Ketika Angka PEMBILANG (angka 1) dibagi dengan angka PENYEBUT (2, 3 & 4) yang semakin membesar, maka hasilnya akan semakin mengecil.

Kemudian, kita coba lihat yang dibawah ini :

1 : 1/2 = 2

1 : 1/3 = 3

1 : 1/4 = 4

Ketika Angka PEMBILANG (angka 1) dibagi dengan angka PENYEBUT (1/2, 1/3 & 1/4) yang semakin mengecil, maka hasilnya akan semakin membesar.

Lalu … berapakah hasil dari 1 : 0 = ?

Hasilnya adalah 1 : 0 = tak terhingga


Apa artinya ?

Kita umpamakan angka PEMBILANG (angka 1) adalah TUHAN dan Angka PENYEBUT (pembagi) adalah DIRI SENDIRI. Sedangkan hasilnya adalah gambaran dari PERAN TUHAN dalam hidup kita.

TUHAN : DIRI SENDIRI = PERAN TUHAN dalam hidup kita

Dari gambaran tersebut kita bisa melihat dan menarik kesimpulan bahwa :

Semakin DIRI SENDIRI merasa besar, merasa hebat, merasa dapat melakukan segalanya dengan kekuatan sendiri, merasa selalu yang paling benar, maka PERAN TUHAN dalam hidup kita akan semakin mengecil

sebaliknya,

Ketika DIRI SENDIRI diposisikan sebagai mahluk lemah, tak berdaya, hanya debu, semakin merasa kecil dihadapan TUHAN, maka PERAN TUHAN dalam hidup kita akan semakin besar



Mari kita coba kutip beberapa contoh dari Kitab Suci :

Yohanes 3 : 30 > “ Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil”. Kita semua tahu siapa Yohanes Pembaptis. Ia seorang nabi besar yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan, namun ia tetap memposisikan dirinya kecil dihadapan Yesus.

Santo Paulus, walau ia seorang penginjil besar dan luar biasa, Ia tetap merasa tidak punya alasan untuk memegahkan dirinya sendiri (1 Kor 9 : 16 ), bahwa kesanggupannya memberitakan Injil adalah pekerjaan Allah (2 Kor 3 : 5) dan ia merasa bahwa didalam kelemahannyalah, maka ia kuat (2 Kor 12 : 9 – 10).

Yesus tidak mempertahankan kesetaraan-Nya dengan Allah sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, IA merendahkan diri-Nya, mengosongkan diri-Nya dan taat sampai mati di katu salib (Filipi 2 : 1 – 11).

Demikian sharing ini saya sampaikan. Kehadiran seorang teman, walau hanya sekali, jangan pernah diabaikan, mungkin dia sedang dipakai Tuhan untuk memberikan suatu pengajaran penting bagi kita.

TUHAN Memberkati kita semua. Amin.

Minggu, Juni 08, 2008

PRIBADI YANG BERUBAH ; sebuah kesaksian hidup

Tanpa terasa, air mata telah membasahi wajahku. Pagi itu, matahari belum lagi menyapa bumi. Belum ada deru suara sepeda motor atau mobil melintas didepan rumah tanda aktivitas manusia sudah dimulai. Sesekali terdengar suara pedagang roti atau pedagang bubur ayam menjajakan dagangannya untuk mereka yang mungkin tidak sempat membuat sarapan sendiri.

Seperti biasa, aku memulai hari hariku dengan menghadap yang Maha Kuasa didalam Doa dan keheningan. Aku biasanya memulai dengan ucapan syukur atas hari dan kehidupan baru yang Tuhan berikan padaku, kemudian aku mendoakan Doa Tobat agar setiap hari aku dilayakkan untuk menjadi anakNya. Setelah itu aku mulai masuk dalam keheningan. Dalam keheningan itulah aku mencoba untuk mendengar Tuhan berbicara kepadaku. Aku membiarkan Tuhan yang terlebih dahulu berbicara kepadaku sebelum Tuhan aku hujani dengan berbagai permohonan dan keinginanku. Pagi itu, dalam keheningan, sepertinya aku tengah menyaksikan pemutaran film biografi kehidupan pribadiku, langkah demi langkah sampai aku sekarang ini. Aku melihat betapa Tuhan selalu berada disisiku, menuntunku dikala aku terpeleset, menopang dan mengangkatku dikala aku terjatuh dan selalu mengingatkanku dikala aku sedang mengalami kesukaan. Melalui hatiku Dia berkata bahwa sudah lama sekali Dia rindu untuk bersama-sama dengan aku, namun aku tidak pernah menggubrisNya. Aku sangat merasakan saat-saat yang sangat pribadi dengan Tuhan. Aku merasakan seolah-olah cintaNya hanya Dia berikan kepadaku.

KRISIS MONETER

Mungkin banyak orang berpendapat bahwa aku ini orang yang beruntung atau orang Cina bilang aku orang yang hoki, setidaknya aku sendiri yang berpendapat demikian. Bagaimana tidak, aku tidak pernah tinggal kelas. Saat kuliah bahkan aku memegang predikat sebagai lulusan terbaik, beberapa kali mendapat beasiswa sehingga tidak perlu membayar uang kuliah yang saat itu kami rasakan sangat berat. Belum lagi lulus kuliah, aku sudah diterima bekerja pada sebuah bank swasta. Bekerja di bank memang keinginanku saat itu. Setelah lulus kuliah, aku seperti kutu loncat. Aku tidak pernah mengalami kesulitan mencari pekerjaan. Setiap lamaran yang kukirim pasti direspon dengan memanggil aku untuk tes dan wawancara. Seolah, aku tinggal memilih dimana aku mau bekerja. Bahkan aku pernah menolak bekerja disuatu bank swasta setelah aku mengikuti berbagai tes dan diterima hanya karena pada saat yang sama aku dipanggil untuk mengikuti tes dan wawancara di sebuah bank asing. Hanya baru untuk tes dan wawancara dan belum ada kepastian untuk diterima atau tidak. Bekerja di bank asing pasti mendapatkan gaji dan fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan apa yang akan aku terima dibank swasta nasional, alasanku saat itu. Saat itu Aku punya keyakinan yang begitu kuat bahwa Aku akan diterima bekerja di bank asing tersebut. “Khan hoki selalu berpihak kepadaku, begitu pikirku saat itu”. Dan memang akhirnya aku diterima di bank asing tersebut.

Aku melalui hari-hariku dengan sukacita, aku menikah dengan wanita yang kucintai pada bulan Januari 1993. Saat-saat sedih yang mendalam hanya terjadi disaat aku kehilangan orang-oarang yang aku cintai. Kakak perempuanku meninggal tahun 1987 karena sakit kanker diotaknya, Papa meninggal tahun 1990, kakak laki-lakiku meninggal tahun 1994 setelah sebelumnya ditahun yang sama Mama juga berpulang menghadap Tuhan karena penyakit ginjal dan darah tinggi yang dideritanya.

Kembali soal pekerjaan. Beberapa kali aku sempat berpindah kerja setelah aku keluar dari bank asing tersebut, karena pikirku, dan setelah aku amati dan analisa, bekerja dibank asing tersebut tidak menjanjikan karier kedepan yang baik bagiku. Sampai akhirnya, dengan referensi dari dosen pembimbing skripsiku di saat kuliah, aku diterima bekerja disuatu bank swasta nasional yang cukup baik saat itu. Aku bekerja dengan nyaman. Bidang yang aku tangani sangat akau sukai. Aku punya atasan yang terbuka, baik dan menyukaiku. Aku sedang menjalani karierku dengan baik, gaji yang baik, atasan yang baik didalam sebuah grup perusahaan yang besar. Apa yang kurang ? Aku orang yang hoki koq ……

Bulan Juli tahun 1997, sebulan setelah anak keduaku lahir pada 18 Juni 1997, Indonesia mengalami suatu keadaan sulit, yang kemudian apa yang kita sebut sebagai krisis moneter. Kehidupan financial menjadi begitu berat akibat meroketnya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Imbasnya sangat jelas, harga-harga kebutuhan hidup melambung sangat tinggi bahkan sampai dua atau tiga kali lipat. Banyak perusahaan yang saat itu mengalami mati muda kehabisan darah karena tingkat suku bunga perbankan yang meluncur naik seperti roket sementara hasil produksi mereka tidak dapat diserap oleh pasar karena memang daya beli masyarakat yang tidak ada. Imbas paling besar dirasakan oleh bisnis perbankan tak terkecuali bank dimana aku bekerja saat itu. Pengeluaran untuk keperluan kebutuhan hidup dengan 2 orang anak yang masih balita, dua baby sitter dan satu orang pembantu rumah tangga, terus meningkat. Belum lagi dana yang harus dikeluarkan untuk mencicil pembayaran angsuran rumah yang juga tiba-tiba naik dua kali lipat. Hidup sangat berat saat itu walau kami berdua, saya dan istri, sama-sama bekerja mencari nafkah.

Satu-persatu bisnis perbankan mulai berguguran. Belasan bahkan puluhan bank dibekukan kegiatan usahanya atau ditutup oleh pemerintah karena mengalami kesulitan keuangan yang berpotensi akan sangat merugikan masyarakat. Sebagai karyawan sebuah bank, setiap hari aku dengan tekun menyimak kebijakan pemerintah untuk mengetahui apakah bank tempatku bekerja juga akan mengalami nasib yang sama dengan bank lain yaitu ditutup oleh pemerintah. Kalau ditutup, artinya aku akan jadi pengangguran. Herannya ….. aku tidak pernah cemas, karena aku selalu menganggap aku orang yang beruntung, selalu hoki (belakangan aku menyadari bahwa disinilah letak kesombonganku sebagai manusia). Aku tidak pernah berusaha bersiap-siap mencari pekerjaan baru. Kalau toh akhirnya nanti aku menganggur karena bank tempat aku bekerja ditutup oleh pemerintah, akau akan dengan sangat mudah memperoleh pekerjaan baru. Setidaknya, begitulah pengelamanku membuktikan sebelumnya.

MASUK DALAM KOMUNITAS KATOLIK

Akhirnya … bank tempatku bekerja ditutup juga oleh pemerintah. Aku sekarang tidak punya pekerjaan. Aku tenang-tenang saja, karena beberapa bulan setelah aktivitas usaha dihentikan oleh pemerintah aku masih memperoleh gaji sampai waktunya nanti menerima pesangon.

Aku mulai membuat beberapa lamaran pekerjaan, mungkin puluhan. Pikirku saat itu, masa sih ngga ada yang nyangkut ….., aku pasti cepat menerima pekerjaan baru lagi nanti. Sementara menunggu panggilan pekerjaan, bersama teman dan dengan uang pesangon yang ada aku mencoba memulai usaha sendiri. Waktu sepertinya sangat cepat berlalu. Sementara pekerjaan baru tak kunjung datang, usaha yang kami rintispun berjalan ditempat. Aku lebih giat lagi mengirim sebanyak mungkin lamaran kerja. Kalau saja ijasah yang aku miliki bisa bicara, dia pasti akan protes betapa lelahnya dia harus dibolak-balik dan mengalami panasnya mesin fotocopy. Sudah berpuluh lamaran kerja aku kirim, tak satupun ada perusahaan yang memanggilku bahkan hanya untuk tes sekalipun. Sesuatu yang berlum pernah aku alami sebelumnya. Satu-satunya yang memanggil aku adalah sebuah perusahaan jasa penyalur tenaga kerja, itupun tidak pernah ada kabar beritanya lagi. Kecemasan mulai ada pada diriku terutama saat aku pergi ke mesin ATM untuk menarik uang dan melihat saldo yang ada yang semakin hari semakin menipis. Tidak pernah ada lagi transaksi kredit di buku tabunganku. Digit demi digit terkuras setiap harinya sampai akhirnya harus terjerembab juga dikedalaman saldo minimal. Gaji yang diterima istriku tidak cukup untuk menutupi kebutuhan hidup sebulan penuh.

Istriku mengajak aku berdoa. Berdoa … ?? “ Apakah doa dapat menjawab persoalan kita …. ? ”, tanyaku dalam hati. Hal ini yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya, setidaknya berdoa dalam kesungguhan. Aku memang beragama Katolik. Orang tuaku dan kakak-kakakku semuanya beragama Katolik, bahkan orang tuaku sangat aktif di dalam Gereja. Selain pernah beberapa kali menjabat sebagai ketua wilayah, Papa dan Mama juga aktif di kegiatan Karismatik. Aku sendiri juga aktif di Mudika. Tapi ya … namanya juga anak muda penuh dengan aktivitas. Namun, dalam semua kondisiku saat itu tidak pernah terpikir olehku bahwa doa mampu menjawab persoalanku atau minimal menghiburku. Karena istriku yang meminta, kadang-kadang aku berdoa juga bersamanya. Namun lebih sering aku tertidur disisi istriku disaat dia mengajakku berdoa dan membaca Kitab Suci. “Kalau aku pandai membaca dan memahami Kitab Suci, Pastor dan Pendeta tidak akan punya kerjaan lagi …. “, begitulah alasanku menolak saat itu. Tapi kulihat istriku tetap tekun didalam doa dan membaca Kitab Suci.

Sampai suatu saat, istriku mengajakku untuk pergi berdoa bersama didalam sebuah Komunitas. Kerabat istriku yang memberitahu bahwa di kompleks tempat kami tinggal ada sebuah Komunitas Katolik dimana dia juga bergabung. “Waduh …. Apa lagi ini, berdoa sendiri aja males, apalagi rame-rame gitu, siang-siang lagi .. !!!”, keluhku saat itu. Hari Sabtu siang, waktu dimana seharusnya kita pakai untuk beristirahat, sekarang harus berdoa, rame-rame dengan orang-orang yang belum aku kenal dan dutrasinya panjang lagi ….. Akhirnya aku pergi juga bersama istriku untuk mencoba datang ke Komunitas tersebut yang belakangan aku tahu bernama Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM). Seperti sudah aku duga sebelumnya, ketika semua orang bertekun dalam doa dan keheningan, aku masuk dalam keheningan yang sangat dalam ….. alias tertidur. Aku tidak tertarik cara-cara mereka berdoa.

Hari-hari kulalui tanpa aktifitas apapun. Tidak punya pekerjaan tetap. Aktivitasku hanya mengantar dan menjemput istri bekerja, mengantar dan menjemput anak sekolah. Sempat juga kami sekeluarga pergi ke Lembah Karmel Desa Cikanyere Cipanas Puncak, kiblatnya KTM. Anehnya …. tanpa terduga dan entah momen apa yang memicuku untuk memulai, aku mulai mengisi waktu-waktuku yang luang untuk berdoa, membaca buku-buku rohani dan membaca Kitab Suci. Walau setengah terpaksa pada awalnya, aku mulai rutin hadir didalam pertemuan sel KTM. Kerinduan demi keriunduan mulai muncul. Saat ini istri saya tidak sendirian. Sampai suatu hari, keluarga kami mendapat giliran sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan sel. (Pertemuan rutin diadakan selalu berkeliling dari rumah ke rumah sesama anggota). Kali ini diadakan pada malam hari tepatnya tanggal 27 Mei 1999. Awalnya seperti biasa, kami menyanyikan lagu-lagu pujian dengan bersorak-sorai, bertepuk tangan, melambai-lambaikan tangan tanda memuji Allah.

Ketika kami mulai masuk penyembahan, beberapa mulai bersenandung dalam bahasa roh, tiba-tiba Pelayan Sel kami mendapat semacam penglihatan bahwa saat itu Tuhan Yesus sedang berdiri dihadapan Aku, meletakkan tanganNya diatas kepalaku, selanjutnya katanya, bahwa aku akan mengalami suatu getaran halus diseluruh tubuhku. Saat itu Aku memang sedang sangat kusuk. Benar apa yang dikatakannya. Seketika itu juga, sekujur tubuhku bergetar halus, seperti kesetrum, aku mulai menangis bahkan kakiku saat itu tak dapat lagi menahan tubuhku untuk tetap berdiri. Aku berlutut dan keningku langsung tertunduk menyentuh lantai – tunduk menyembah. Aku terus-menerus menangis dan bibirku saat itu terus-menerus mengeluarkan kata-kata bahasa roh. Perasaanku bercampur aduk saat itu. Aku bingung apa yang sedang terjadi pada diriku, aku menangis, tetapi anehnya, saat itu aku merasakan sukacita yang sangat luar biasa, perasaan sukacita yang belum pernah aku rasakan sebelumnya seumur hidupku bahkan aku pun tak dapat menuliskan atau menggambarkannya seperti apa. Sepertinya aku tidak mau menghentikan semua yang sedang kualami saat itu. Lama sekali aku berada dalam keadaan seperti itu, karena memang aku sedang menikmatinya. Karena waktu jua, akhirnya Pelayan Sel menghentikan jalannya pertemuan sel untuk dilanjutkan dengan membaca Kitab Suci. Dalam sharring, pelayan sel bertanya kepadaku apa yang tadi aku alami. Aku bilang aku tidak tahu, tapi aku sangat bersuka cita. Dia mengatakan bahwa aku harus bersyukur karena malam ini, Tuhan Yesus telah menyapaku secara amat pribadi. Hari itu, 27 Mei 1999, aku catat didalam lembar hatiku sebagai hari lahirku yang kedua, karena mulai saat itulah aku baru benar-benar merasakan bahwa TUHAN ITU HIDUP dan hadir dalam keseharian hidupku.

Hari terus berjalan dan aku hanya nmengisi waktuku yang lowong hanya untuk berdoa, membaca buku-buku rohani dan Kitab Suci, dan tentu saja, aku terus mengirim banyak lamaran pekerjaan. Sesekali aku pergi retreat di Lembah Karmel baik bersama istriku, sendiri ataupun dengan teman-teman. Retreat-retreat yang kuikuti telah banyak merubah cara pandangku tentang kehidupan rohani, aku lebih mengenal Allah yang hidup.

HARI VALENTINE

Dibulan Februari 2000, aku bersama teman-teman pergi untuk mengikuti Retreat Awal di Lembah Karmel. Ini Retreat Awal-ku yang kesekian kali dengan teman yang berbeda. Seperti biasa didalam acara retreat, sebelum session pengajaran dimulai selalu didahului dengan lagu-lagu pujian. Pada retreat hari terakhir, Minggu 13 Februari 2000, ketika lagu-lagu pujian dinyanyikan, sebelum session dimulai, aku mendapat telepon dari temanku. Teman yang bekerja disuatu perusahaan dan aku pernah menitipkan Surat Lamaran Bekerja ditempatnya bekerja. Dia mengatakan bahwa aku mulai besok 14 Februari 2000 sudah bisa mulai bekerja dan langsung mengikuti training. Sekali lagi, maafkan aku kalau aku tak dapat menuliskan ataupun menggambarkan sukacita yang aku rasakan saat itu. Inil adalah jawaban Tuhan atas penantian panjang yang aku jalani untuk mendapatkan pekerjaan. Terlebih lagi, hari pertamaku bekerja esoknya adalah hari Valentine 14 Februari, hari yang dipercaya banyak orang sebagai hari kasih sayang. Saat itu aku merasa bahwa Tuhan hanya mencintai aku saja. Cintanya hanya untuk diriku saja. Hanya ada aku dan Tuhan didunia ini sehingga seluruh cinta Tuhan hanya Dia berikan padaku. Ditambah lagi, pada tahun 2000, Gereja Katolik menetapkan tahun itu sebagai Tahun Yubileum Agung, Tahun penuh Rahmat. Bayangkan ….. Tuhan menyatakan cintanya padaku pada hari Velentine di Tahun yang penuh dengan Rahmat ………

Dengan hati yang sedang penuh dengan sukacita, aku kembali kedalam ruang untuk mengikuti pengajaran. Dalam satu lagu pujian, saat itu dinyanyikan lagu ALLAH ITU BAIK. (Lagu itu mengungkapkan kebaikan Allah, bahwa Allah selalu menyediakan yang kita perlukan, Kasih Setianya tak pernah berubah, dahulu, sekarang dan selamanya, bahwa YESUS itu LUAR BIASA). Aku tak dapat menahan tangisku. Air mataku mengalir begitu deras, air mata sukacita, mulutku tak dapat lagi bernyanyi, hanya ucapan syukur dalam hati yang bisa terucap sambil terus menangis. Aku merasa seperti anak yang hilang seperti yang digambarkan dalam Lukas 15 : 11 – 32. Aku yang telah pergi jauh dariNya dan kembali kepadaNya setelah mengalami kesulitan hidup (tanpa pekerjaan dan penghasilan). DIA tetap menantiku dengan cinta yang besar. Bahkan Dia berlari mendapatkan aku, lalu merangkul dan menciumku (bdk Luk 15 : 20c). Aku mulai mencintaiNya lebih dan lebih lagi. Aku menyadari bahwa semuanya ini karena ALLAH lebih dahulu mengasihi aku (bdk 1 Yoh 4 : 19).

Semua ini sepertinya puncak dari seluruh penantian panjang dan seluruh janji-janji yang Tuhan pernah katakan padaku (Pada akhirnya aku menyadari bahwa ini sebenarnya merupakan awal dari perjalanan hidupku sebagai manusia yang dilahirkan kembali). Seperti dituliskan diawal bahwa disaat-saat aku mengalami kesulitan hidup (keadaan tanpa pekerjaan), yang kulakukan hanyalah berdoa, membaca buku rohani dan Kitab Suci. Disaat-saat itulah, Tuhan memberikan kekuatan dan peneguhan terus menerus kepadaku melalui FirmanNya dalam Kitab Suci. Aku mendapat kekuatan dan peneguhan bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi DIA ….. (bdk Rm 8 : 28), ….. bahwa aku harus menyerahkan segala kekuatiranku kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu (bdk 1 Ptr 5 : 7) dan bahwa IA membuat segala sesuatu indah pada waktunya ….. (bdk Pkh 3 : 11).

BELAJAR MENGAMPUNI

Rumah tempat tinggal kami adalah semua kompleks perumaham yang tidak terlalu besar. Dikawasan kami banyak bertebaran perumahan-perumahan. Biasanya untuk menuju satu perumahan ke perumahan lain kita harus melintas jalan, yang biasanya orang suka menyebutnya jalan kampung. Demikian jugalah dengan kami. Antara kompleks perumahan dimana kami sekeluarga tinggal dengan kompleks perumahan tetangga, kami juga harus melewati jalan kampung tersebut, jalannya tidak terlalu lebar, hanya pas untuk 2 buah mobil.

Suatu malam, aku dan istriku dan beberapa teman baru saja mengikuti Misa dan Adorasi disebuah perkantoran di kawasan Jalan Jend. Sudirman Jakarta Pusat. Hari sudah larut dan kami terlebih dahulu mengantar teman pulang yang turut serta didalam mobil kami. Rumah teman kami itu berada di sebuah kompleks perumahan yang letaknya di belakang kompleks kami, setelah itu baru kemudian kami kembali. Ketika kami kembali, hari sudah larut malam, mau tidak mau kami harus melalui jalan kampung tersebut. Disalah satu bagian jalan tersebut terdapat suatu ruas jalan yang sempit, menyiku hampir 90 derajat dan hanya dapat dilalui oleh satu kendaraan. Biasanya di siang hari selalu ada pa ogah yang mengatur arus lalu lintas agar dapat dilalui dengan baik dengan cara bergantian. Karena hari sudah larut, pa ogah-pun sudah tidak bertugas lagi disana. Ketika melewati jalan sempit tersebut, karena kondisi jalan yang gelap, seperti biasanya, aku memberi tanda isyarat dengan menyorotkan lampu mobil lurus kedepan agar kendaraan yang mungkin datang dari arah sudut yang lain dapat mengetahui kehadiranku. Tentunya agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan semua pihak. Sepertinya lancar-lancar saja sebab tidak ada balasan lampu isyarat yang aku lihat dari sudut yang lain. Tetapi …. tiba-tiba ……. busyettt …. !!!! Ada mobil yang langsung berhenti dihadapan mobil yang kukendarai. Aku terkejut. Mengapa dia seperti itu. Bagian depan mobilku sudah mengarah ke belokan tersebut dan sedikit ruang yang ada itu tiba-tiba terlahang oleh kehadiran mobil tersebut secara tiba-tiba. Melihat posisi mobilku, seharusnya dia menghentikan sebentar kendaraannya, toh aku sudah memberi tanda sebelumnya, membiarkan aku lewat dan setelah itu dia dengan mudah dapat melintas. Tidak demikian kenyataannya. Ternyata dia tidak mau mengalah. Aku juga tidak mau mengalah. Aku beri dia tembakan lampu yang menyilaukan. Dia juga melakukan yang sama bahkan sedikit memajukan kendaraannya seolah menantang. Akupun melakukan yang sama. Berkali-kali istriku mengingatkanku untuk mengalah. Aku tidak mau. Keadaan menegang. Malam begitu gelap, sepi dan memang dilokasi tersebut tidak ada pemukiman yang terlihat. Karena desakan istri yang terus-menerus untuk mengalah dan memang situasinya gelap, akhirnya aku mengalah. Aku memundurkan kendaraanku dan membiarkan orang itu lewat terlebih dahulu. Sepertinya selesai. Tidak. Hatiku panas …. panas sekali.

Akhirnya kami sampai juga dirumah. Hatiku masih kesal dan kesal sekali. Kemudian kami pergi tidur. Seperti biasa, sebelum tidur masing-masing kami berdoa. Apa yang terjadi .. ? Aku tidak dapat berdoa. Hati ini masih kesal dengan pengemudi tadi. Yang ada dipikiranku ialah ; seandainya saja aku tadi mengemudikan sebuah tank (kendaraan untuk berperang) aku pasti sudah melindasnya sampai hancur; atau kalau saja tadi aku membawa senjata, aku akan menembak dan menghancurkan kendaraannya tanpa ampun. Mengapa ada orang seperti itu didunia ini yang begitu egois, keluhku dalam hati saat itu. Aku belum dapat menerima kenyataan bahwa aku harus mengalah dengan orang macam itu pada malam itu, dia yang seharusnya mengalah karena posisiku yang lebih memungkinkan untuk melintas terlebih dahulu. Perasaan kesal dan dendam bercampur aduk karena saat itu aku tidak dapat berbuat apa-apa untuk membalas perbuatannya padaku. Malam itu aku tidak dapat berdoa bahkan walaupun mata terpejam, aku sebenarnya tidak dapat tidur sampai pagi.

Pagi-pagi bangun aku menjalankan aktivitasku seperti biasa, memang terasa lelah karena aku tidak dapat tidur semalaman. Perasaan kesal, marah dan dendam terhadap pengemudi semalam masih terus melintas dibenakku. Malam kembali tiba. Sebelum tidur aku menyilangkan kakiku diatas tempat tidur untuk berdoa. Karena perasaan dendam masih ada, kembali aku tidak dapat berdoa. Aku memang duduk diam tetapi yang ada dipikiranku saat itu adalah mengimajinasikan cara apapun untuk menghajar pengemudi tersebut agar dia kapok, jangan sok mau menang sendiri. Kembali malam itu aku tidak dapat tidur karena amarah, kesal dan dendam masih bercokol di pikiran dan hatiku. Pagi-pagi aku bangun. Aku merasa sangat lelah.

Malam kembali tiba. Aku kembali menyilangkan kakiku diatas tempat tidur untuk berdoa. Malam ini rupanya agak berbeda. Setelah beberapa hari membiarkan-ku dikuasai oleh amarahku yang luar biasa, malam ini Tuhan menarikku dalam pelukan cintaNya. Malam ketiga ini, aku tiba-tiba menyadari kembali hidupku yang dulu sebelum aku mengenal cintaNya. Aku dulu orang yang emosional, amarahku mudah sekali meledak-ledak. Tuhan, melalui liku-liku hidup yang harus kulalui, melalui doa, pembacaan Kitab Suci dan Retreat-retreat, telah memampukanku untuk secara perlahan merubah semua kelemahanku itu. Aku kembali mengenang kebaikan Tuhan atas hidupku. Malam itu aku berdoa “Tuhan Yesus … Engkau telah merubah hidupku dari segala sifat burukku yang lama, aku telah merasakan kasihMu. Aku tidak mau kembali kepada kehidupanku yang lama, yang penuh amarah, mudah kesal dan dipenuhi rasa dendam. Tapi Tuhan, aku tidak mampu memaafkan orang itu …… Tolong bantu aku Yesus .. !!!”. Aku percaya malam itu Roh Kudus benar-benar mengajari aku berdoa. Aku melanjutkan doaku. “Tuhan Yesus .. beri aku kekuatanMu sendiri agar aku mampu memaafkan orang itu”, tanpa ada jeda, aku lanjutkan doaku “TUHAN YESUS, SIAPAPUN DIA AKU MAU MEMAAFKAN ORANG ITU SAAT INI JUGA - AMIN”. Tiba-tiba saja, setelah aku menyelesaikan doaku itu, segala beban yang menindih kepalaku, yang membalut seluruh hatiku, amarah, kesal, dendam menjadi TERLEPAS. Aku seperti seorang tawanan yang baru saja menyelesaikan masa penahannya dan saat ini menjadi manusia bebas. Seperti seekor Rusa dipadang gurun yang menemukan sumber mata air dan meminum sepuasnya. Kembali, aku merasakan sukacita yang luar biasa. Aku bersyukur kepada Yesus yang telah mengajariku banyak hal. Aku menjadi heran pada diriku sendiri. Pada waktu aku mengikuti retreat Penyembuhan Luka Batin sebelumnya, akupun telah diajarkan bahkan mempraktekkan sendiri tindakaan memaafkan orang. Mengapa terhadap pengemudi itu aku tidak bisa ???. Pikirku, betapa bodohnya aku ini.

Ya … aku jadi ingat apa yang dikatakan oleh St. Petrus bahwa kalau kita tidak dapat menguasai diri kita dan menjadi tenang, maka kita tidak mungkin dapat berdoa (bdk 1 Ptr 4 : 7). Yang pertama dan utama adalah kesungguhan kita dalam mengasihi orang lain karena Kasih menutupi banyak sekali dosa (bdk 1 Ptr 4 : 8). Begitu juga dengan amarah, sama sekali tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah (bdk Yak 1 : 20) dan buahnya jelas yaitu dosa, dendam, kelelahan fisik dan tentu saja merugikan orang-orang disekitar kita. Contoh yang paling utama adalah apa yang dilakukan Yesus diatas Kayu Salib ketika Dia berkata : “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23 : 34). Memaafkan itu menyembuhkan. Memaafkan adalah praktek KASIH. Malam itu aku kembali bisa menikmati malam yang indah dengan tidur nyenyak.

MENGALAMI KE- 'AJAIB' -AN

Seperti pengalaman diatas, kejadian yang akan saya utarakan berikut juga terjadi di jalan kampung yang sama. Makanya, belakangan jalan kampung ini aku beri nama, setidaknya untuk diriku, ‘ jalan pengajaran ‘ karena Tuhan mengajarkan banyak hal kepadaku disana. Kejadiannya kembali terjadi di malam hari di jalan ‘pengajaran’ ini. Seperti aku utarakan dimuka bahwa jalan ini tidak terlalu lebar, hanya pas untuk 2 buah mobil dari arah yang berlawanan. Sehingga jika kita bertemu dengan kendaraan dari arah yang berlawanan, biasanya pengendara akan mengurangi kecepatannya untuk menghindari terjadinya serempetan. Malam itu kami melintas disana hendak kembali ke rumah setelah ada keperluan. Keadaan memang gelap. Ketika berpapasan dengan kendaraan dari arah yang berlawanan, spion mobil kami ternyata berbenturan dengan mobil dari arah yang berlawanan. Aku tidak merasa ada benturan yang keras, sehingga setelah sejenak Aku melambatkan kendaraan untuk melihat situasi dan keadaan kaca spion, aku melanjutkan perjalananku. Sesampai ditempat yang agak terang (sudah dekat dengan kompleks dan ada beberapa warung-warung disana), aku melihat ternyata kaca spionku agak terlepas.

Aku menghentikan kendaraan ke tepi untuk mencoba memperbaikinya. Ketika jendela dibuka dan Aku mencoba memperbaiki spion, dari seberang jalan turun 2 orang pemuda, tinggi besar dan sambil menunjuk kearahku, dengan nada suara yang agak meninggi, mereka memintaku untuk tidak jalan. “Ya … ada apa ?, jawabku kepada mereka”. Dengan nada suara yang meninggi dan agak kasar mereka memakiku dan mengatakan bahwa Aku tidak bertanggung karena setelah menabrak kaca spion mobilnya aku tidak berhenti. Rupanya setelah berbenturan, mereka berbalik arah, mengejar kami dan sempat mendahului kami, karena tidak bertemu, mereka kembali kearah semula. Awalnya mereka tidak tahu jenis ataupun warna mobil yang berbenturan dengannya karena keadaan gelap, namun karena mereka melihat Aku sedang memperbaiki spion, mereka menjadi yakin kalau kamilah orangnya. Aku mengatakan ; “ Saya mohon maaf, saya pikir tidak terlalu serius. Saya akan ganti kalau memang ada yang rusak “. Mereka tidak mau tahu. Umpatan, cacian, makian bahkan ancaman pembunuhan mulai keluar dari mulut mereka. Karena gaduh, orang-orang yang berada di warung sekitar berhamburan kearah keributan kami. Mereka hanya menonton, tidak berbuat apa-apa. Anak-anak kami, satu duduk didepan dan satu lagi duduk dibelakang bersama istriku, menangis ketakutan. Mereka memintaku keluar dari mobil dan meminta identitasku. Aku tetap bertahan didalam mobil karena pikirku, kalau saja aku keluar pasti mereka akan menghajarku, badan mereka besar dan mereka dalam keadaan amarah yang meluap.. Aku terus mengatakan permohonan maaf sambil menawarkan biaya penggantian. Didalam mobil istriku terus-menerus berdoa sementara anak-anak kami masih terus menangis karena ketakutan. Kami keluarkan uang 100 ribuan, mereka mengambilnya sambil mengatakan ‘ kurang !!! ‘. Aku tambah 100 ribu lagi. Mereka masih mengatakan kurang. Aku katakan bahwa kami tidak ada uang lagi. Saat itu, keadaan keuangan kami memang sedang terbatas. Uang yang tersisa yang kami miliki berdua hanya tinggal kurang lebih Rp. 300 ribuan. Rp. 200 ribu sudah kami serahkan ke mereka.

Keadaan makin gaduh, tidak ada tanda-tanda akan mereda. Umpatan, cacian dan ancaman terus mereka keluarkan dari mulut mereka. Mereka mencoba membuka paksa pintu mobil tetapi aku berhasil menahannya. Mereka mencoba mengambil kunci mobilku dengan cara menarik gantungan kuncinya. Ternyata … gantungan kunci terlepas namun secara reflek aku berhasil menampiknya dan gantungan kunci tersebut terjatuh ke lantai dalam mobil. Ditengah kegaduhan, keruman massa yang banyak, anak-anak yang menangis histeris, tanpa tanda-tanda akan mereda, tiba-tiba ada sebuah mobil melintas perlahan dan kemudian berhenti tidak jauh didepan kami. Aku ketahui bahwa itu adalah mobil temanku di komunitas. Dari mobil itu keluar seorang Ibu dan seorang Bapak dan seorang lagi yaitu putrid mereka tetap duduk didalam mobil. Kami mengenal keduanya. Sosok mereka tidak terlalu besar, boleh dibilang kecil terutama si Bapak. Aku sedikit agak tenang, maksudku aku akan meminjam sejumlah uang dari mereka untuk membayar tambahan ganti rugi kepada kedua orang ini, agar cepat selesai. Namun apa yang terjadi ? Kedua teman kami ini, datang menghampiri kami, kerumunan yang sedang bersitegang ini, dengan nada meninggi (layaknya seorang tentara) dan mengatakan bahwa situasi ini sangat mengganggu ketertiban dan hanya bikin macet saja, “bubar !!! bubar !!! bikin macet aja”, katanya. Kedua orang itupun dibentaknya seraya mengatakan untuk segera bubar dan pergi. Anehnya ….., kedua orang ini pun, yang tinggi besar dan sedang dikuasai amarah, langsung melemah, menurut dan diam saja dibentak oleh teman kami yang sosoknya jauh lebih kecil dari mereka. Mereka mencoba menjelaskan kepada temanku ini namun tidak digubrisnya. Aku yang sejak semula berniat untuk meminjam uang kepada kedua temanku tersebut, seperti orang bisu. Tidak ada sepatah katapun yang dapat keluar dari mulutku yang dapat terucap kepada kedua temanku tadi. Mereka, kedua temanku itu, dan kami, sepertinya sama sekali tidak saling mengenal. Bahkan kami juga ‘dibentaknya’ untuk segera jalan. Akhirnya semuanya selesai. Kami jalan kembali kerumah yang memang sudah tidak jauh lagi. Lalu dimana letak ke-‘ajaib’-annya ?

Pertama. (Hal ini diceritakan kemudian). Ketika mobil mereka melintas, putri mereka yang pertama melihat kami. Si putri melihat ruang kabin mobil kami disinari cahaya terang dan dengan jelas melihat istri saya duduk dikursi depan dan mobil kami sedang dikerumi masa. “ Itu tante Sari lagi dikerubutin orang, bantuin “, begitu katanya. Bagaimana bisa ada cahaya terang padahal saat itu situasi gelap dan lampu yang berada didalam kabin mobilpun dalam keadaan tidak menyala. Keadaan pintu mobil tertutup. Cahaya mau menunjukan siapa kami kepada teman kami, seolah menjelaskan situasi yang sedang kami hadapi sehingga mereka segera mengambil tindakan membantu kami. Tuhan bekerja membantu kami lewat tangan mereka.

Kedua. Ketika teman kami menghampiri kami setelah turun dari mobilnya dan aku bermaksud mengatakan sesuatu kepadanya, mulutku ternyata tidak dapat berkata sepatahkatapun kepadanya. Bisa dibayangkan apa yang terjadi kalau oaring-orang yang sedang memakiku tahu bahwa mereka adalah teman-temanku. Bukankah keadaan menjadi semakin rumit, apalagi kehadiran teman-temanku tersebut ternyata telah ‘membebaskanku’ dari cengkeraman mereka.

Ketiga. Dua orang dengan perawakan yang tinggi besar dan sedang diselimuti dengan amarah, tiba-tiba menjadi begitu lemah, diam dan menurut saja dibentak oleh orang yang tiba-tiba datang dengan sosok yang lebih kecil dari mereka. Mereka sepertinya menjadi tidak berdaya sama sekali.

Keempat. Ketika kunci mobil yang mereka coba ambil dan berhasil aku tampik jatuh didalam mobil. Ketika keadaan mereda setelah kehadiran teman kami, kami diminta pergi. Aku mencoba mencari kunci yang terjatuh dilantai mobil. Dalam kegelapan aku berhasil menemukannya. Gantungan kunci kuambil dan ternyata …. Kunci contact mobil tidak ada disana. Aku mencarinya dan ketika aku mencoba menyentuh lubang kunci, ternyata kunci contact masih tergantung disana, besi melingkar yang menghubungkan kunci dengan gantungannyai masih utuh, tidak rusak atau patah dan tidak ada kerusakan pada gantungan kunci. Ketika ditarik oleh orang tersebut, sepertinya kunci itu terlepas tinggal begitu saja dilubangnya.

Kami memetik banyak pelajaran dari peristiwa ini. Tuhan Yesus mengajarkan kami bahwa, pertama, DOA harus menjadi penopang hidup kami. Apapun situasi yang sedang kami hadapi, suka maupun duka, sesulit dan segetir apapun kehidupan ini, tetaplah BERDOA. Karena ber-DOA berarti membangun relasi pribadi dengan Tuhan sendiri dan dengan demikian ALLAH akan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatang kebaikan bagi orang yang mengasihi-NYa (bdk Roma 8 : 28). Kedua, dalam peristiwa yang kami alami diatas, maupun ketika krisis moneter terjadi, ketika kesulitan keuangan melanda kehidupan rumah tangga kami bahkan uang yang adapun harus kami serahkan keada orang lain (untuk mengganti kerusakan), ternyata kami tetap tidak kekurangan makan, susu untuk anak-anak kami yang masih balita, biaya listrik, telepon dan biaya lain-lain tetap Tuhan sediakan melalui tangan-tangan orang yang dipakai-Nya. Tuhan mau menunjukkan bahwa kita harus menyerahkan segala kekuatiran kita hanya kepada-Nya karena Ia yang memelihara kita (bdk 1 Ptr 5 : 7) dan jangan menyerahkan kekuatiranmu kepada uang dan bergantung kepada uang, Sebab Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau (Ibr 13 : 5b).

Ya …. Tuhan memang punya cara-Nya sendiri bagaimana Ia mau membentuk kita. Apa yang aku dan keluargaku alami selama ini, kami melihatnya sebagai cara Tuhan yang mau membentuk kami. Memang, tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya (Ibr 12 : 11).

Akhirnya, tanpa terasa, sepertinya secercah cahaya sudah mulai menembus jendela kamar kami. Aku menghentikan nostalgiaku, memulai berdoa dan menyerahkan hidupku dan seluruh keluargaku hari ini didalam perlindungan-Nya. Mohon kekuatan dan bimbingan-Nya atas apa yang akan kami masing-masing kerjakan hari ini agar segala sesuatunya berkenan kepada-Nya. Aku menutup doa pagi dengan ber-Ziarah Batin untuk mengetahui apa yang Tuhan mau katakan kepadaku hari ini.
TUHAN MEMBERKATI. AMIN.