Sabtu, Juni 14, 2008

MATEMATIKA ROHANI

Bapak dan Ibu yang terkasih, saya mau mencoba memberi suatu gambaran yang sangat sederhana bagaimana kita harus belajar rendah hati. Ini teori yang sangat sederhana, walau prakteknya tidak sesederhana teorinya.

Saya mendapat gambaran ini dari seorang teman yang kebetulan ketika saya ajak untuk ikut sel yang bersangkutan bersedia, meskipun setelah itu tidak pernah muncul lagi. Tetapi kehadirannya yang hanya sekali itu, ternyata melalui dia, Tuhan memberikan suatu pengajaran penting bahwa kerendahan hati itu sebenarnya begitu sederhana. Mari kita ikuti teori matematika dibawah ini :

Kita semua tahu bahwa :

1 : 2 = 1/2

1 : 3 = 1/3

1 : 4 = 1/4

Ketika Angka PEMBILANG (angka 1) dibagi dengan angka PENYEBUT (2, 3 & 4) yang semakin membesar, maka hasilnya akan semakin mengecil.

Kemudian, kita coba lihat yang dibawah ini :

1 : 1/2 = 2

1 : 1/3 = 3

1 : 1/4 = 4

Ketika Angka PEMBILANG (angka 1) dibagi dengan angka PENYEBUT (1/2, 1/3 & 1/4) yang semakin mengecil, maka hasilnya akan semakin membesar.

Lalu … berapakah hasil dari 1 : 0 = ?

Hasilnya adalah 1 : 0 = tak terhingga


Apa artinya ?

Kita umpamakan angka PEMBILANG (angka 1) adalah TUHAN dan Angka PENYEBUT (pembagi) adalah DIRI SENDIRI. Sedangkan hasilnya adalah gambaran dari PERAN TUHAN dalam hidup kita.

TUHAN : DIRI SENDIRI = PERAN TUHAN dalam hidup kita

Dari gambaran tersebut kita bisa melihat dan menarik kesimpulan bahwa :

Semakin DIRI SENDIRI merasa besar, merasa hebat, merasa dapat melakukan segalanya dengan kekuatan sendiri, merasa selalu yang paling benar, maka PERAN TUHAN dalam hidup kita akan semakin mengecil

sebaliknya,

Ketika DIRI SENDIRI diposisikan sebagai mahluk lemah, tak berdaya, hanya debu, semakin merasa kecil dihadapan TUHAN, maka PERAN TUHAN dalam hidup kita akan semakin besar



Mari kita coba kutip beberapa contoh dari Kitab Suci :

Yohanes 3 : 30 > “ Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil”. Kita semua tahu siapa Yohanes Pembaptis. Ia seorang nabi besar yang mempersiapkan jalan bagi kedatangan Tuhan, namun ia tetap memposisikan dirinya kecil dihadapan Yesus.

Santo Paulus, walau ia seorang penginjil besar dan luar biasa, Ia tetap merasa tidak punya alasan untuk memegahkan dirinya sendiri (1 Kor 9 : 16 ), bahwa kesanggupannya memberitakan Injil adalah pekerjaan Allah (2 Kor 3 : 5) dan ia merasa bahwa didalam kelemahannyalah, maka ia kuat (2 Kor 12 : 9 – 10).

Yesus tidak mempertahankan kesetaraan-Nya dengan Allah sebagai sesuatu yang harus dipertahankan, IA merendahkan diri-Nya, mengosongkan diri-Nya dan taat sampai mati di katu salib (Filipi 2 : 1 – 11).

Demikian sharing ini saya sampaikan. Kehadiran seorang teman, walau hanya sekali, jangan pernah diabaikan, mungkin dia sedang dipakai Tuhan untuk memberikan suatu pengajaran penting bagi kita.

TUHAN Memberkati kita semua. Amin.

Minggu, Juni 08, 2008

PRIBADI YANG BERUBAH ; sebuah kesaksian hidup

Tanpa terasa, air mata telah membasahi wajahku. Pagi itu, matahari belum lagi menyapa bumi. Belum ada deru suara sepeda motor atau mobil melintas didepan rumah tanda aktivitas manusia sudah dimulai. Sesekali terdengar suara pedagang roti atau pedagang bubur ayam menjajakan dagangannya untuk mereka yang mungkin tidak sempat membuat sarapan sendiri.

Seperti biasa, aku memulai hari hariku dengan menghadap yang Maha Kuasa didalam Doa dan keheningan. Aku biasanya memulai dengan ucapan syukur atas hari dan kehidupan baru yang Tuhan berikan padaku, kemudian aku mendoakan Doa Tobat agar setiap hari aku dilayakkan untuk menjadi anakNya. Setelah itu aku mulai masuk dalam keheningan. Dalam keheningan itulah aku mencoba untuk mendengar Tuhan berbicara kepadaku. Aku membiarkan Tuhan yang terlebih dahulu berbicara kepadaku sebelum Tuhan aku hujani dengan berbagai permohonan dan keinginanku. Pagi itu, dalam keheningan, sepertinya aku tengah menyaksikan pemutaran film biografi kehidupan pribadiku, langkah demi langkah sampai aku sekarang ini. Aku melihat betapa Tuhan selalu berada disisiku, menuntunku dikala aku terpeleset, menopang dan mengangkatku dikala aku terjatuh dan selalu mengingatkanku dikala aku sedang mengalami kesukaan. Melalui hatiku Dia berkata bahwa sudah lama sekali Dia rindu untuk bersama-sama dengan aku, namun aku tidak pernah menggubrisNya. Aku sangat merasakan saat-saat yang sangat pribadi dengan Tuhan. Aku merasakan seolah-olah cintaNya hanya Dia berikan kepadaku.

KRISIS MONETER

Mungkin banyak orang berpendapat bahwa aku ini orang yang beruntung atau orang Cina bilang aku orang yang hoki, setidaknya aku sendiri yang berpendapat demikian. Bagaimana tidak, aku tidak pernah tinggal kelas. Saat kuliah bahkan aku memegang predikat sebagai lulusan terbaik, beberapa kali mendapat beasiswa sehingga tidak perlu membayar uang kuliah yang saat itu kami rasakan sangat berat. Belum lagi lulus kuliah, aku sudah diterima bekerja pada sebuah bank swasta. Bekerja di bank memang keinginanku saat itu. Setelah lulus kuliah, aku seperti kutu loncat. Aku tidak pernah mengalami kesulitan mencari pekerjaan. Setiap lamaran yang kukirim pasti direspon dengan memanggil aku untuk tes dan wawancara. Seolah, aku tinggal memilih dimana aku mau bekerja. Bahkan aku pernah menolak bekerja disuatu bank swasta setelah aku mengikuti berbagai tes dan diterima hanya karena pada saat yang sama aku dipanggil untuk mengikuti tes dan wawancara di sebuah bank asing. Hanya baru untuk tes dan wawancara dan belum ada kepastian untuk diterima atau tidak. Bekerja di bank asing pasti mendapatkan gaji dan fasilitas yang lebih baik dibandingkan dengan apa yang akan aku terima dibank swasta nasional, alasanku saat itu. Saat itu Aku punya keyakinan yang begitu kuat bahwa Aku akan diterima bekerja di bank asing tersebut. “Khan hoki selalu berpihak kepadaku, begitu pikirku saat itu”. Dan memang akhirnya aku diterima di bank asing tersebut.

Aku melalui hari-hariku dengan sukacita, aku menikah dengan wanita yang kucintai pada bulan Januari 1993. Saat-saat sedih yang mendalam hanya terjadi disaat aku kehilangan orang-oarang yang aku cintai. Kakak perempuanku meninggal tahun 1987 karena sakit kanker diotaknya, Papa meninggal tahun 1990, kakak laki-lakiku meninggal tahun 1994 setelah sebelumnya ditahun yang sama Mama juga berpulang menghadap Tuhan karena penyakit ginjal dan darah tinggi yang dideritanya.

Kembali soal pekerjaan. Beberapa kali aku sempat berpindah kerja setelah aku keluar dari bank asing tersebut, karena pikirku, dan setelah aku amati dan analisa, bekerja dibank asing tersebut tidak menjanjikan karier kedepan yang baik bagiku. Sampai akhirnya, dengan referensi dari dosen pembimbing skripsiku di saat kuliah, aku diterima bekerja disuatu bank swasta nasional yang cukup baik saat itu. Aku bekerja dengan nyaman. Bidang yang aku tangani sangat akau sukai. Aku punya atasan yang terbuka, baik dan menyukaiku. Aku sedang menjalani karierku dengan baik, gaji yang baik, atasan yang baik didalam sebuah grup perusahaan yang besar. Apa yang kurang ? Aku orang yang hoki koq ……

Bulan Juli tahun 1997, sebulan setelah anak keduaku lahir pada 18 Juni 1997, Indonesia mengalami suatu keadaan sulit, yang kemudian apa yang kita sebut sebagai krisis moneter. Kehidupan financial menjadi begitu berat akibat meroketnya nilai tukar dolar terhadap rupiah. Imbasnya sangat jelas, harga-harga kebutuhan hidup melambung sangat tinggi bahkan sampai dua atau tiga kali lipat. Banyak perusahaan yang saat itu mengalami mati muda kehabisan darah karena tingkat suku bunga perbankan yang meluncur naik seperti roket sementara hasil produksi mereka tidak dapat diserap oleh pasar karena memang daya beli masyarakat yang tidak ada. Imbas paling besar dirasakan oleh bisnis perbankan tak terkecuali bank dimana aku bekerja saat itu. Pengeluaran untuk keperluan kebutuhan hidup dengan 2 orang anak yang masih balita, dua baby sitter dan satu orang pembantu rumah tangga, terus meningkat. Belum lagi dana yang harus dikeluarkan untuk mencicil pembayaran angsuran rumah yang juga tiba-tiba naik dua kali lipat. Hidup sangat berat saat itu walau kami berdua, saya dan istri, sama-sama bekerja mencari nafkah.

Satu-persatu bisnis perbankan mulai berguguran. Belasan bahkan puluhan bank dibekukan kegiatan usahanya atau ditutup oleh pemerintah karena mengalami kesulitan keuangan yang berpotensi akan sangat merugikan masyarakat. Sebagai karyawan sebuah bank, setiap hari aku dengan tekun menyimak kebijakan pemerintah untuk mengetahui apakah bank tempatku bekerja juga akan mengalami nasib yang sama dengan bank lain yaitu ditutup oleh pemerintah. Kalau ditutup, artinya aku akan jadi pengangguran. Herannya ….. aku tidak pernah cemas, karena aku selalu menganggap aku orang yang beruntung, selalu hoki (belakangan aku menyadari bahwa disinilah letak kesombonganku sebagai manusia). Aku tidak pernah berusaha bersiap-siap mencari pekerjaan baru. Kalau toh akhirnya nanti aku menganggur karena bank tempat aku bekerja ditutup oleh pemerintah, akau akan dengan sangat mudah memperoleh pekerjaan baru. Setidaknya, begitulah pengelamanku membuktikan sebelumnya.

MASUK DALAM KOMUNITAS KATOLIK

Akhirnya … bank tempatku bekerja ditutup juga oleh pemerintah. Aku sekarang tidak punya pekerjaan. Aku tenang-tenang saja, karena beberapa bulan setelah aktivitas usaha dihentikan oleh pemerintah aku masih memperoleh gaji sampai waktunya nanti menerima pesangon.

Aku mulai membuat beberapa lamaran pekerjaan, mungkin puluhan. Pikirku saat itu, masa sih ngga ada yang nyangkut ….., aku pasti cepat menerima pekerjaan baru lagi nanti. Sementara menunggu panggilan pekerjaan, bersama teman dan dengan uang pesangon yang ada aku mencoba memulai usaha sendiri. Waktu sepertinya sangat cepat berlalu. Sementara pekerjaan baru tak kunjung datang, usaha yang kami rintispun berjalan ditempat. Aku lebih giat lagi mengirim sebanyak mungkin lamaran kerja. Kalau saja ijasah yang aku miliki bisa bicara, dia pasti akan protes betapa lelahnya dia harus dibolak-balik dan mengalami panasnya mesin fotocopy. Sudah berpuluh lamaran kerja aku kirim, tak satupun ada perusahaan yang memanggilku bahkan hanya untuk tes sekalipun. Sesuatu yang berlum pernah aku alami sebelumnya. Satu-satunya yang memanggil aku adalah sebuah perusahaan jasa penyalur tenaga kerja, itupun tidak pernah ada kabar beritanya lagi. Kecemasan mulai ada pada diriku terutama saat aku pergi ke mesin ATM untuk menarik uang dan melihat saldo yang ada yang semakin hari semakin menipis. Tidak pernah ada lagi transaksi kredit di buku tabunganku. Digit demi digit terkuras setiap harinya sampai akhirnya harus terjerembab juga dikedalaman saldo minimal. Gaji yang diterima istriku tidak cukup untuk menutupi kebutuhan hidup sebulan penuh.

Istriku mengajak aku berdoa. Berdoa … ?? “ Apakah doa dapat menjawab persoalan kita …. ? ”, tanyaku dalam hati. Hal ini yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya, setidaknya berdoa dalam kesungguhan. Aku memang beragama Katolik. Orang tuaku dan kakak-kakakku semuanya beragama Katolik, bahkan orang tuaku sangat aktif di dalam Gereja. Selain pernah beberapa kali menjabat sebagai ketua wilayah, Papa dan Mama juga aktif di kegiatan Karismatik. Aku sendiri juga aktif di Mudika. Tapi ya … namanya juga anak muda penuh dengan aktivitas. Namun, dalam semua kondisiku saat itu tidak pernah terpikir olehku bahwa doa mampu menjawab persoalanku atau minimal menghiburku. Karena istriku yang meminta, kadang-kadang aku berdoa juga bersamanya. Namun lebih sering aku tertidur disisi istriku disaat dia mengajakku berdoa dan membaca Kitab Suci. “Kalau aku pandai membaca dan memahami Kitab Suci, Pastor dan Pendeta tidak akan punya kerjaan lagi …. “, begitulah alasanku menolak saat itu. Tapi kulihat istriku tetap tekun didalam doa dan membaca Kitab Suci.

Sampai suatu saat, istriku mengajakku untuk pergi berdoa bersama didalam sebuah Komunitas. Kerabat istriku yang memberitahu bahwa di kompleks tempat kami tinggal ada sebuah Komunitas Katolik dimana dia juga bergabung. “Waduh …. Apa lagi ini, berdoa sendiri aja males, apalagi rame-rame gitu, siang-siang lagi .. !!!”, keluhku saat itu. Hari Sabtu siang, waktu dimana seharusnya kita pakai untuk beristirahat, sekarang harus berdoa, rame-rame dengan orang-orang yang belum aku kenal dan dutrasinya panjang lagi ….. Akhirnya aku pergi juga bersama istriku untuk mencoba datang ke Komunitas tersebut yang belakangan aku tahu bernama Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM). Seperti sudah aku duga sebelumnya, ketika semua orang bertekun dalam doa dan keheningan, aku masuk dalam keheningan yang sangat dalam ….. alias tertidur. Aku tidak tertarik cara-cara mereka berdoa.

Hari-hari kulalui tanpa aktifitas apapun. Tidak punya pekerjaan tetap. Aktivitasku hanya mengantar dan menjemput istri bekerja, mengantar dan menjemput anak sekolah. Sempat juga kami sekeluarga pergi ke Lembah Karmel Desa Cikanyere Cipanas Puncak, kiblatnya KTM. Anehnya …. tanpa terduga dan entah momen apa yang memicuku untuk memulai, aku mulai mengisi waktu-waktuku yang luang untuk berdoa, membaca buku-buku rohani dan membaca Kitab Suci. Walau setengah terpaksa pada awalnya, aku mulai rutin hadir didalam pertemuan sel KTM. Kerinduan demi keriunduan mulai muncul. Saat ini istri saya tidak sendirian. Sampai suatu hari, keluarga kami mendapat giliran sebagai tempat untuk mengadakan pertemuan sel. (Pertemuan rutin diadakan selalu berkeliling dari rumah ke rumah sesama anggota). Kali ini diadakan pada malam hari tepatnya tanggal 27 Mei 1999. Awalnya seperti biasa, kami menyanyikan lagu-lagu pujian dengan bersorak-sorai, bertepuk tangan, melambai-lambaikan tangan tanda memuji Allah.

Ketika kami mulai masuk penyembahan, beberapa mulai bersenandung dalam bahasa roh, tiba-tiba Pelayan Sel kami mendapat semacam penglihatan bahwa saat itu Tuhan Yesus sedang berdiri dihadapan Aku, meletakkan tanganNya diatas kepalaku, selanjutnya katanya, bahwa aku akan mengalami suatu getaran halus diseluruh tubuhku. Saat itu Aku memang sedang sangat kusuk. Benar apa yang dikatakannya. Seketika itu juga, sekujur tubuhku bergetar halus, seperti kesetrum, aku mulai menangis bahkan kakiku saat itu tak dapat lagi menahan tubuhku untuk tetap berdiri. Aku berlutut dan keningku langsung tertunduk menyentuh lantai – tunduk menyembah. Aku terus-menerus menangis dan bibirku saat itu terus-menerus mengeluarkan kata-kata bahasa roh. Perasaanku bercampur aduk saat itu. Aku bingung apa yang sedang terjadi pada diriku, aku menangis, tetapi anehnya, saat itu aku merasakan sukacita yang sangat luar biasa, perasaan sukacita yang belum pernah aku rasakan sebelumnya seumur hidupku bahkan aku pun tak dapat menuliskan atau menggambarkannya seperti apa. Sepertinya aku tidak mau menghentikan semua yang sedang kualami saat itu. Lama sekali aku berada dalam keadaan seperti itu, karena memang aku sedang menikmatinya. Karena waktu jua, akhirnya Pelayan Sel menghentikan jalannya pertemuan sel untuk dilanjutkan dengan membaca Kitab Suci. Dalam sharring, pelayan sel bertanya kepadaku apa yang tadi aku alami. Aku bilang aku tidak tahu, tapi aku sangat bersuka cita. Dia mengatakan bahwa aku harus bersyukur karena malam ini, Tuhan Yesus telah menyapaku secara amat pribadi. Hari itu, 27 Mei 1999, aku catat didalam lembar hatiku sebagai hari lahirku yang kedua, karena mulai saat itulah aku baru benar-benar merasakan bahwa TUHAN ITU HIDUP dan hadir dalam keseharian hidupku.

Hari terus berjalan dan aku hanya nmengisi waktuku yang lowong hanya untuk berdoa, membaca buku-buku rohani dan Kitab Suci, dan tentu saja, aku terus mengirim banyak lamaran pekerjaan. Sesekali aku pergi retreat di Lembah Karmel baik bersama istriku, sendiri ataupun dengan teman-teman. Retreat-retreat yang kuikuti telah banyak merubah cara pandangku tentang kehidupan rohani, aku lebih mengenal Allah yang hidup.

HARI VALENTINE

Dibulan Februari 2000, aku bersama teman-teman pergi untuk mengikuti Retreat Awal di Lembah Karmel. Ini Retreat Awal-ku yang kesekian kali dengan teman yang berbeda. Seperti biasa didalam acara retreat, sebelum session pengajaran dimulai selalu didahului dengan lagu-lagu pujian. Pada retreat hari terakhir, Minggu 13 Februari 2000, ketika lagu-lagu pujian dinyanyikan, sebelum session dimulai, aku mendapat telepon dari temanku. Teman yang bekerja disuatu perusahaan dan aku pernah menitipkan Surat Lamaran Bekerja ditempatnya bekerja. Dia mengatakan bahwa aku mulai besok 14 Februari 2000 sudah bisa mulai bekerja dan langsung mengikuti training. Sekali lagi, maafkan aku kalau aku tak dapat menuliskan ataupun menggambarkan sukacita yang aku rasakan saat itu. Inil adalah jawaban Tuhan atas penantian panjang yang aku jalani untuk mendapatkan pekerjaan. Terlebih lagi, hari pertamaku bekerja esoknya adalah hari Valentine 14 Februari, hari yang dipercaya banyak orang sebagai hari kasih sayang. Saat itu aku merasa bahwa Tuhan hanya mencintai aku saja. Cintanya hanya untuk diriku saja. Hanya ada aku dan Tuhan didunia ini sehingga seluruh cinta Tuhan hanya Dia berikan padaku. Ditambah lagi, pada tahun 2000, Gereja Katolik menetapkan tahun itu sebagai Tahun Yubileum Agung, Tahun penuh Rahmat. Bayangkan ….. Tuhan menyatakan cintanya padaku pada hari Velentine di Tahun yang penuh dengan Rahmat ………

Dengan hati yang sedang penuh dengan sukacita, aku kembali kedalam ruang untuk mengikuti pengajaran. Dalam satu lagu pujian, saat itu dinyanyikan lagu ALLAH ITU BAIK. (Lagu itu mengungkapkan kebaikan Allah, bahwa Allah selalu menyediakan yang kita perlukan, Kasih Setianya tak pernah berubah, dahulu, sekarang dan selamanya, bahwa YESUS itu LUAR BIASA). Aku tak dapat menahan tangisku. Air mataku mengalir begitu deras, air mata sukacita, mulutku tak dapat lagi bernyanyi, hanya ucapan syukur dalam hati yang bisa terucap sambil terus menangis. Aku merasa seperti anak yang hilang seperti yang digambarkan dalam Lukas 15 : 11 – 32. Aku yang telah pergi jauh dariNya dan kembali kepadaNya setelah mengalami kesulitan hidup (tanpa pekerjaan dan penghasilan). DIA tetap menantiku dengan cinta yang besar. Bahkan Dia berlari mendapatkan aku, lalu merangkul dan menciumku (bdk Luk 15 : 20c). Aku mulai mencintaiNya lebih dan lebih lagi. Aku menyadari bahwa semuanya ini karena ALLAH lebih dahulu mengasihi aku (bdk 1 Yoh 4 : 19).

Semua ini sepertinya puncak dari seluruh penantian panjang dan seluruh janji-janji yang Tuhan pernah katakan padaku (Pada akhirnya aku menyadari bahwa ini sebenarnya merupakan awal dari perjalanan hidupku sebagai manusia yang dilahirkan kembali). Seperti dituliskan diawal bahwa disaat-saat aku mengalami kesulitan hidup (keadaan tanpa pekerjaan), yang kulakukan hanyalah berdoa, membaca buku rohani dan Kitab Suci. Disaat-saat itulah, Tuhan memberikan kekuatan dan peneguhan terus menerus kepadaku melalui FirmanNya dalam Kitab Suci. Aku mendapat kekuatan dan peneguhan bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi DIA ….. (bdk Rm 8 : 28), ….. bahwa aku harus menyerahkan segala kekuatiranku kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu (bdk 1 Ptr 5 : 7) dan bahwa IA membuat segala sesuatu indah pada waktunya ….. (bdk Pkh 3 : 11).

BELAJAR MENGAMPUNI

Rumah tempat tinggal kami adalah semua kompleks perumaham yang tidak terlalu besar. Dikawasan kami banyak bertebaran perumahan-perumahan. Biasanya untuk menuju satu perumahan ke perumahan lain kita harus melintas jalan, yang biasanya orang suka menyebutnya jalan kampung. Demikian jugalah dengan kami. Antara kompleks perumahan dimana kami sekeluarga tinggal dengan kompleks perumahan tetangga, kami juga harus melewati jalan kampung tersebut, jalannya tidak terlalu lebar, hanya pas untuk 2 buah mobil.

Suatu malam, aku dan istriku dan beberapa teman baru saja mengikuti Misa dan Adorasi disebuah perkantoran di kawasan Jalan Jend. Sudirman Jakarta Pusat. Hari sudah larut dan kami terlebih dahulu mengantar teman pulang yang turut serta didalam mobil kami. Rumah teman kami itu berada di sebuah kompleks perumahan yang letaknya di belakang kompleks kami, setelah itu baru kemudian kami kembali. Ketika kami kembali, hari sudah larut malam, mau tidak mau kami harus melalui jalan kampung tersebut. Disalah satu bagian jalan tersebut terdapat suatu ruas jalan yang sempit, menyiku hampir 90 derajat dan hanya dapat dilalui oleh satu kendaraan. Biasanya di siang hari selalu ada pa ogah yang mengatur arus lalu lintas agar dapat dilalui dengan baik dengan cara bergantian. Karena hari sudah larut, pa ogah-pun sudah tidak bertugas lagi disana. Ketika melewati jalan sempit tersebut, karena kondisi jalan yang gelap, seperti biasanya, aku memberi tanda isyarat dengan menyorotkan lampu mobil lurus kedepan agar kendaraan yang mungkin datang dari arah sudut yang lain dapat mengetahui kehadiranku. Tentunya agar tidak terjadi hal-hal yang membahayakan semua pihak. Sepertinya lancar-lancar saja sebab tidak ada balasan lampu isyarat yang aku lihat dari sudut yang lain. Tetapi …. tiba-tiba ……. busyettt …. !!!! Ada mobil yang langsung berhenti dihadapan mobil yang kukendarai. Aku terkejut. Mengapa dia seperti itu. Bagian depan mobilku sudah mengarah ke belokan tersebut dan sedikit ruang yang ada itu tiba-tiba terlahang oleh kehadiran mobil tersebut secara tiba-tiba. Melihat posisi mobilku, seharusnya dia menghentikan sebentar kendaraannya, toh aku sudah memberi tanda sebelumnya, membiarkan aku lewat dan setelah itu dia dengan mudah dapat melintas. Tidak demikian kenyataannya. Ternyata dia tidak mau mengalah. Aku juga tidak mau mengalah. Aku beri dia tembakan lampu yang menyilaukan. Dia juga melakukan yang sama bahkan sedikit memajukan kendaraannya seolah menantang. Akupun melakukan yang sama. Berkali-kali istriku mengingatkanku untuk mengalah. Aku tidak mau. Keadaan menegang. Malam begitu gelap, sepi dan memang dilokasi tersebut tidak ada pemukiman yang terlihat. Karena desakan istri yang terus-menerus untuk mengalah dan memang situasinya gelap, akhirnya aku mengalah. Aku memundurkan kendaraanku dan membiarkan orang itu lewat terlebih dahulu. Sepertinya selesai. Tidak. Hatiku panas …. panas sekali.

Akhirnya kami sampai juga dirumah. Hatiku masih kesal dan kesal sekali. Kemudian kami pergi tidur. Seperti biasa, sebelum tidur masing-masing kami berdoa. Apa yang terjadi .. ? Aku tidak dapat berdoa. Hati ini masih kesal dengan pengemudi tadi. Yang ada dipikiranku ialah ; seandainya saja aku tadi mengemudikan sebuah tank (kendaraan untuk berperang) aku pasti sudah melindasnya sampai hancur; atau kalau saja tadi aku membawa senjata, aku akan menembak dan menghancurkan kendaraannya tanpa ampun. Mengapa ada orang seperti itu didunia ini yang begitu egois, keluhku dalam hati saat itu. Aku belum dapat menerima kenyataan bahwa aku harus mengalah dengan orang macam itu pada malam itu, dia yang seharusnya mengalah karena posisiku yang lebih memungkinkan untuk melintas terlebih dahulu. Perasaan kesal dan dendam bercampur aduk karena saat itu aku tidak dapat berbuat apa-apa untuk membalas perbuatannya padaku. Malam itu aku tidak dapat berdoa bahkan walaupun mata terpejam, aku sebenarnya tidak dapat tidur sampai pagi.

Pagi-pagi bangun aku menjalankan aktivitasku seperti biasa, memang terasa lelah karena aku tidak dapat tidur semalaman. Perasaan kesal, marah dan dendam terhadap pengemudi semalam masih terus melintas dibenakku. Malam kembali tiba. Sebelum tidur aku menyilangkan kakiku diatas tempat tidur untuk berdoa. Karena perasaan dendam masih ada, kembali aku tidak dapat berdoa. Aku memang duduk diam tetapi yang ada dipikiranku saat itu adalah mengimajinasikan cara apapun untuk menghajar pengemudi tersebut agar dia kapok, jangan sok mau menang sendiri. Kembali malam itu aku tidak dapat tidur karena amarah, kesal dan dendam masih bercokol di pikiran dan hatiku. Pagi-pagi aku bangun. Aku merasa sangat lelah.

Malam kembali tiba. Aku kembali menyilangkan kakiku diatas tempat tidur untuk berdoa. Malam ini rupanya agak berbeda. Setelah beberapa hari membiarkan-ku dikuasai oleh amarahku yang luar biasa, malam ini Tuhan menarikku dalam pelukan cintaNya. Malam ketiga ini, aku tiba-tiba menyadari kembali hidupku yang dulu sebelum aku mengenal cintaNya. Aku dulu orang yang emosional, amarahku mudah sekali meledak-ledak. Tuhan, melalui liku-liku hidup yang harus kulalui, melalui doa, pembacaan Kitab Suci dan Retreat-retreat, telah memampukanku untuk secara perlahan merubah semua kelemahanku itu. Aku kembali mengenang kebaikan Tuhan atas hidupku. Malam itu aku berdoa “Tuhan Yesus … Engkau telah merubah hidupku dari segala sifat burukku yang lama, aku telah merasakan kasihMu. Aku tidak mau kembali kepada kehidupanku yang lama, yang penuh amarah, mudah kesal dan dipenuhi rasa dendam. Tapi Tuhan, aku tidak mampu memaafkan orang itu …… Tolong bantu aku Yesus .. !!!”. Aku percaya malam itu Roh Kudus benar-benar mengajari aku berdoa. Aku melanjutkan doaku. “Tuhan Yesus .. beri aku kekuatanMu sendiri agar aku mampu memaafkan orang itu”, tanpa ada jeda, aku lanjutkan doaku “TUHAN YESUS, SIAPAPUN DIA AKU MAU MEMAAFKAN ORANG ITU SAAT INI JUGA - AMIN”. Tiba-tiba saja, setelah aku menyelesaikan doaku itu, segala beban yang menindih kepalaku, yang membalut seluruh hatiku, amarah, kesal, dendam menjadi TERLEPAS. Aku seperti seorang tawanan yang baru saja menyelesaikan masa penahannya dan saat ini menjadi manusia bebas. Seperti seekor Rusa dipadang gurun yang menemukan sumber mata air dan meminum sepuasnya. Kembali, aku merasakan sukacita yang luar biasa. Aku bersyukur kepada Yesus yang telah mengajariku banyak hal. Aku menjadi heran pada diriku sendiri. Pada waktu aku mengikuti retreat Penyembuhan Luka Batin sebelumnya, akupun telah diajarkan bahkan mempraktekkan sendiri tindakaan memaafkan orang. Mengapa terhadap pengemudi itu aku tidak bisa ???. Pikirku, betapa bodohnya aku ini.

Ya … aku jadi ingat apa yang dikatakan oleh St. Petrus bahwa kalau kita tidak dapat menguasai diri kita dan menjadi tenang, maka kita tidak mungkin dapat berdoa (bdk 1 Ptr 4 : 7). Yang pertama dan utama adalah kesungguhan kita dalam mengasihi orang lain karena Kasih menutupi banyak sekali dosa (bdk 1 Ptr 4 : 8). Begitu juga dengan amarah, sama sekali tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah (bdk Yak 1 : 20) dan buahnya jelas yaitu dosa, dendam, kelelahan fisik dan tentu saja merugikan orang-orang disekitar kita. Contoh yang paling utama adalah apa yang dilakukan Yesus diatas Kayu Salib ketika Dia berkata : “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23 : 34). Memaafkan itu menyembuhkan. Memaafkan adalah praktek KASIH. Malam itu aku kembali bisa menikmati malam yang indah dengan tidur nyenyak.

MENGALAMI KE- 'AJAIB' -AN

Seperti pengalaman diatas, kejadian yang akan saya utarakan berikut juga terjadi di jalan kampung yang sama. Makanya, belakangan jalan kampung ini aku beri nama, setidaknya untuk diriku, ‘ jalan pengajaran ‘ karena Tuhan mengajarkan banyak hal kepadaku disana. Kejadiannya kembali terjadi di malam hari di jalan ‘pengajaran’ ini. Seperti aku utarakan dimuka bahwa jalan ini tidak terlalu lebar, hanya pas untuk 2 buah mobil dari arah yang berlawanan. Sehingga jika kita bertemu dengan kendaraan dari arah yang berlawanan, biasanya pengendara akan mengurangi kecepatannya untuk menghindari terjadinya serempetan. Malam itu kami melintas disana hendak kembali ke rumah setelah ada keperluan. Keadaan memang gelap. Ketika berpapasan dengan kendaraan dari arah yang berlawanan, spion mobil kami ternyata berbenturan dengan mobil dari arah yang berlawanan. Aku tidak merasa ada benturan yang keras, sehingga setelah sejenak Aku melambatkan kendaraan untuk melihat situasi dan keadaan kaca spion, aku melanjutkan perjalananku. Sesampai ditempat yang agak terang (sudah dekat dengan kompleks dan ada beberapa warung-warung disana), aku melihat ternyata kaca spionku agak terlepas.

Aku menghentikan kendaraan ke tepi untuk mencoba memperbaikinya. Ketika jendela dibuka dan Aku mencoba memperbaiki spion, dari seberang jalan turun 2 orang pemuda, tinggi besar dan sambil menunjuk kearahku, dengan nada suara yang agak meninggi, mereka memintaku untuk tidak jalan. “Ya … ada apa ?, jawabku kepada mereka”. Dengan nada suara yang meninggi dan agak kasar mereka memakiku dan mengatakan bahwa Aku tidak bertanggung karena setelah menabrak kaca spion mobilnya aku tidak berhenti. Rupanya setelah berbenturan, mereka berbalik arah, mengejar kami dan sempat mendahului kami, karena tidak bertemu, mereka kembali kearah semula. Awalnya mereka tidak tahu jenis ataupun warna mobil yang berbenturan dengannya karena keadaan gelap, namun karena mereka melihat Aku sedang memperbaiki spion, mereka menjadi yakin kalau kamilah orangnya. Aku mengatakan ; “ Saya mohon maaf, saya pikir tidak terlalu serius. Saya akan ganti kalau memang ada yang rusak “. Mereka tidak mau tahu. Umpatan, cacian, makian bahkan ancaman pembunuhan mulai keluar dari mulut mereka. Karena gaduh, orang-orang yang berada di warung sekitar berhamburan kearah keributan kami. Mereka hanya menonton, tidak berbuat apa-apa. Anak-anak kami, satu duduk didepan dan satu lagi duduk dibelakang bersama istriku, menangis ketakutan. Mereka memintaku keluar dari mobil dan meminta identitasku. Aku tetap bertahan didalam mobil karena pikirku, kalau saja aku keluar pasti mereka akan menghajarku, badan mereka besar dan mereka dalam keadaan amarah yang meluap.. Aku terus mengatakan permohonan maaf sambil menawarkan biaya penggantian. Didalam mobil istriku terus-menerus berdoa sementara anak-anak kami masih terus menangis karena ketakutan. Kami keluarkan uang 100 ribuan, mereka mengambilnya sambil mengatakan ‘ kurang !!! ‘. Aku tambah 100 ribu lagi. Mereka masih mengatakan kurang. Aku katakan bahwa kami tidak ada uang lagi. Saat itu, keadaan keuangan kami memang sedang terbatas. Uang yang tersisa yang kami miliki berdua hanya tinggal kurang lebih Rp. 300 ribuan. Rp. 200 ribu sudah kami serahkan ke mereka.

Keadaan makin gaduh, tidak ada tanda-tanda akan mereda. Umpatan, cacian dan ancaman terus mereka keluarkan dari mulut mereka. Mereka mencoba membuka paksa pintu mobil tetapi aku berhasil menahannya. Mereka mencoba mengambil kunci mobilku dengan cara menarik gantungan kuncinya. Ternyata … gantungan kunci terlepas namun secara reflek aku berhasil menampiknya dan gantungan kunci tersebut terjatuh ke lantai dalam mobil. Ditengah kegaduhan, keruman massa yang banyak, anak-anak yang menangis histeris, tanpa tanda-tanda akan mereda, tiba-tiba ada sebuah mobil melintas perlahan dan kemudian berhenti tidak jauh didepan kami. Aku ketahui bahwa itu adalah mobil temanku di komunitas. Dari mobil itu keluar seorang Ibu dan seorang Bapak dan seorang lagi yaitu putrid mereka tetap duduk didalam mobil. Kami mengenal keduanya. Sosok mereka tidak terlalu besar, boleh dibilang kecil terutama si Bapak. Aku sedikit agak tenang, maksudku aku akan meminjam sejumlah uang dari mereka untuk membayar tambahan ganti rugi kepada kedua orang ini, agar cepat selesai. Namun apa yang terjadi ? Kedua teman kami ini, datang menghampiri kami, kerumunan yang sedang bersitegang ini, dengan nada meninggi (layaknya seorang tentara) dan mengatakan bahwa situasi ini sangat mengganggu ketertiban dan hanya bikin macet saja, “bubar !!! bubar !!! bikin macet aja”, katanya. Kedua orang itupun dibentaknya seraya mengatakan untuk segera bubar dan pergi. Anehnya ….., kedua orang ini pun, yang tinggi besar dan sedang dikuasai amarah, langsung melemah, menurut dan diam saja dibentak oleh teman kami yang sosoknya jauh lebih kecil dari mereka. Mereka mencoba menjelaskan kepada temanku ini namun tidak digubrisnya. Aku yang sejak semula berniat untuk meminjam uang kepada kedua temanku tersebut, seperti orang bisu. Tidak ada sepatah katapun yang dapat keluar dari mulutku yang dapat terucap kepada kedua temanku tadi. Mereka, kedua temanku itu, dan kami, sepertinya sama sekali tidak saling mengenal. Bahkan kami juga ‘dibentaknya’ untuk segera jalan. Akhirnya semuanya selesai. Kami jalan kembali kerumah yang memang sudah tidak jauh lagi. Lalu dimana letak ke-‘ajaib’-annya ?

Pertama. (Hal ini diceritakan kemudian). Ketika mobil mereka melintas, putri mereka yang pertama melihat kami. Si putri melihat ruang kabin mobil kami disinari cahaya terang dan dengan jelas melihat istri saya duduk dikursi depan dan mobil kami sedang dikerumi masa. “ Itu tante Sari lagi dikerubutin orang, bantuin “, begitu katanya. Bagaimana bisa ada cahaya terang padahal saat itu situasi gelap dan lampu yang berada didalam kabin mobilpun dalam keadaan tidak menyala. Keadaan pintu mobil tertutup. Cahaya mau menunjukan siapa kami kepada teman kami, seolah menjelaskan situasi yang sedang kami hadapi sehingga mereka segera mengambil tindakan membantu kami. Tuhan bekerja membantu kami lewat tangan mereka.

Kedua. Ketika teman kami menghampiri kami setelah turun dari mobilnya dan aku bermaksud mengatakan sesuatu kepadanya, mulutku ternyata tidak dapat berkata sepatahkatapun kepadanya. Bisa dibayangkan apa yang terjadi kalau oaring-orang yang sedang memakiku tahu bahwa mereka adalah teman-temanku. Bukankah keadaan menjadi semakin rumit, apalagi kehadiran teman-temanku tersebut ternyata telah ‘membebaskanku’ dari cengkeraman mereka.

Ketiga. Dua orang dengan perawakan yang tinggi besar dan sedang diselimuti dengan amarah, tiba-tiba menjadi begitu lemah, diam dan menurut saja dibentak oleh orang yang tiba-tiba datang dengan sosok yang lebih kecil dari mereka. Mereka sepertinya menjadi tidak berdaya sama sekali.

Keempat. Ketika kunci mobil yang mereka coba ambil dan berhasil aku tampik jatuh didalam mobil. Ketika keadaan mereda setelah kehadiran teman kami, kami diminta pergi. Aku mencoba mencari kunci yang terjatuh dilantai mobil. Dalam kegelapan aku berhasil menemukannya. Gantungan kunci kuambil dan ternyata …. Kunci contact mobil tidak ada disana. Aku mencarinya dan ketika aku mencoba menyentuh lubang kunci, ternyata kunci contact masih tergantung disana, besi melingkar yang menghubungkan kunci dengan gantungannyai masih utuh, tidak rusak atau patah dan tidak ada kerusakan pada gantungan kunci. Ketika ditarik oleh orang tersebut, sepertinya kunci itu terlepas tinggal begitu saja dilubangnya.

Kami memetik banyak pelajaran dari peristiwa ini. Tuhan Yesus mengajarkan kami bahwa, pertama, DOA harus menjadi penopang hidup kami. Apapun situasi yang sedang kami hadapi, suka maupun duka, sesulit dan segetir apapun kehidupan ini, tetaplah BERDOA. Karena ber-DOA berarti membangun relasi pribadi dengan Tuhan sendiri dan dengan demikian ALLAH akan turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatang kebaikan bagi orang yang mengasihi-NYa (bdk Roma 8 : 28). Kedua, dalam peristiwa yang kami alami diatas, maupun ketika krisis moneter terjadi, ketika kesulitan keuangan melanda kehidupan rumah tangga kami bahkan uang yang adapun harus kami serahkan keada orang lain (untuk mengganti kerusakan), ternyata kami tetap tidak kekurangan makan, susu untuk anak-anak kami yang masih balita, biaya listrik, telepon dan biaya lain-lain tetap Tuhan sediakan melalui tangan-tangan orang yang dipakai-Nya. Tuhan mau menunjukkan bahwa kita harus menyerahkan segala kekuatiran kita hanya kepada-Nya karena Ia yang memelihara kita (bdk 1 Ptr 5 : 7) dan jangan menyerahkan kekuatiranmu kepada uang dan bergantung kepada uang, Sebab Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau (Ibr 13 : 5b).

Ya …. Tuhan memang punya cara-Nya sendiri bagaimana Ia mau membentuk kita. Apa yang aku dan keluargaku alami selama ini, kami melihatnya sebagai cara Tuhan yang mau membentuk kami. Memang, tiap-tiap ganjaran pada waktu ia diberikan tidak mendatangkan sukacita, tetapi dukacita. Tetapi kemudian ia menghasilkan buah kebenaran yang memberikan damai kepada mereka yang dilatih olehnya (Ibr 12 : 11).

Akhirnya, tanpa terasa, sepertinya secercah cahaya sudah mulai menembus jendela kamar kami. Aku menghentikan nostalgiaku, memulai berdoa dan menyerahkan hidupku dan seluruh keluargaku hari ini didalam perlindungan-Nya. Mohon kekuatan dan bimbingan-Nya atas apa yang akan kami masing-masing kerjakan hari ini agar segala sesuatunya berkenan kepada-Nya. Aku menutup doa pagi dengan ber-Ziarah Batin untuk mengetahui apa yang Tuhan mau katakan kepadaku hari ini.
TUHAN MEMBERKATI. AMIN.