Sabtu, November 22, 2008

LUKAS 19 : 1 -10 ; sebuah refleksi keimanan

Bagi yang belum sempat membaca perikop diatas, baiklah sedikit saya ulas mengenai isinya. Perikop ini bercerita tentang seorang kepala pemungut cukai yang bernama Zakheus, dia seorang yang kaya, yang karena badannya yang pendek, berusaha melihat Yesus yang saat itu sedang masuk ke kota Yerikho dengan cara memanjat pohon Ara. Yesus melihat Zakheus diatas pohon dan mengatakan kepadanya bahwa hari ini Yesus harus menumpang di rumahnya.

Tidak berhenti disitu. Setelah menerima Yesus dirumahnya, Zakheus mengatakan bahwa dia akan memberikan setengah dari miliknya untuk orang miskin dan akan mengembalikan empat kali lipat kepada mereka yang diperasnya. Lalu Yesus mengatakan bahwa telah terjadi keselamatan dirumah ini karena orang inipun anak Abraham.

Dikatakan juga dalam perikop diatas bahwa ketika Yesus mengatakan bahwa Ia akan menumpang di rumah Zakheus banyak orang bersungut-sungut tentang rencana Yesus ini, kata mereka ; “ Ia menumpang di rumah orang berdosa ? ”. Zakheus sebagai kepala pemungut cukai memang sangat dibenci oleh orang Yahudi. Kepala pemungut cukai adalah kepanjangan tangan bangsa penjajah Romawi untuk mengambil pajak dari rakyat yang dijajahnya. Zakheus di cap sebagai orang berdosa karena dia sudah bertindak menghianati bangsanya, bekerja untuk bangsa kafir (Romawi) dan menindas bangsanya sendiri. Dengan demikian Zakheus dianggap telah bertindak tidak sesuai dengan predikatnya sebagai “bangsa terpilih”.

REFLEKSI KEIMANAN

Saudara saudariku yang terkasih, saya melihat ada 3 hal penting yang tersirat dari perikop ini sebagai sebuah refleksi keimanan kita. Refleksi ini menjadi penting untuk melihat sejauh mana dan seberapa benar perjalanan keimanan kita selama ini. Refleksi juga menjadi penting karena memberi kesempatan kepada kita untuk cepat berbalik jika, mudah-mudahan tidak, ternyata selama ini kita mengambil langkah dan jalan yang belum sesuai dengan rencana dan kehendak Tuhan sendiri.

Refleksi pertama. Pada perikop ini kita melihat bagaimana Zakheus berusaha untuk melihat Yesus (ayat 3). Kata kuncinya adalah berusaha. Kata berusaha mengacu pada suatu tindakan aktif yang sungguh-sungguh. Disini Zakheus berusaha sungguh-sungguh untuk melihat dan mendekat kepada Yesus yang saat itu sedang memasuki kota Yerikho. Zakheus tidak duduk berpangku tangan, diam dirumah menunggu Yesus datang dan menghampirinya. Dia berlari untuk mencari posisi yang tepat untuk melihat Yesus.

Disatu sisi kita melihat sikap Yesus yang sangat aktif mendatangi setiap orang perlu diselamatkan-Nya. Yesus tidak datang ke dunia dengan hanya duduk diam dan menantikan setiap orang datang kepada-Nya untuk memperoleh keselamatan. Yesus aktif berkeliling, mencari domba-domba-Nya yang hilang. Disisi lain, kita juga melihat adanya peran aktif dari si pendosa/manusia untuk juga berlari dan datang kepada Yesus. Perlu usaha yang sungguh dari manusia untuk mendekat dan datang kepada Yesus untuk kemudian mengenal-Nya lebih dalam lagi. Yesus tidak bisa sendirian menyelamatkan manusia. Yesus memerlukan tanggapan positif dan kerjasama dari manusia. Yesus memerlukan komitmen manusia bahwa ia sungguh-sungguh ingin diselamatkan.

Refleksi apa yang bisa kita pakai untuk melihat diri sendiri saat ini ? Mari kita lihat, sudahkan kita saat ini sedang berusaha sungguh-sungguh untuk mencari dan mengenal siapa Yesus yang sebenarnya dan apakah peran-Nya dalam kehidupan kita ? Apakah kalau kita retreat kita sedang berusaha sungguh-sungguh ingin mempertebal iman kita atau hanya untuk rekreasi ? Apakah kalau masuk bergabung dengan suatu komunitas atau kelompok kita sedang berusaha sungguh-sungguh ingin bertumbuh bersama dalam iman atau sekedar adu gengsi karena kelompok tersebut terkenal ? Kalau kita ke Gereja apakah sekedar karena status kita yang Katolik atau karena ada kerinduan yang sungguh untuk bertemu dengan Yesus didalam Ekaristi ? Sejauh mana saat ini kita berusaha sungguh-sungguh untuk mengenal Yesus melalui Kitab Suci dan Ajaran Gereja ? Kalau ingin digali lebih dalam lagi masih banyak pertanyaan-pertanyaan lain yang dapat muncul untuk melihat sejauh mana kita berusaha sungguh-sungguh untuk mengenal Yesus sang Penyelamat itu.

Refleksi kedua. Ketika Zakheus berusaha sungguh-sungguh untuk melihat Yesus, ia terkendala oleh satu kelemahan yaitu bahwa ia seorang yang badannya pendek (ayat 3).

Didalam upaya kita untuk mencari dan mengenal Yesus lebih dalam lagi kita juga sering menghadapi kendala. Kendala ini menghambat pencarian kita untuk melihat dan mengenal Yesus lebih jauh lagi. Kita lihat contoh Zakheus. Usahanya yang sungguh-sungguh untuk mencari dan melihat sosok Yesus memberinya kekuatan untuk melepaskan diri dari segala kelemahannya. Kalau Zakheus tetap pada kelemahannya (badan pendek) dan tidak berusaha sungguh-sungguh mengatasi kelemahannya dengan memanjat pohon Ara (ayat 4), maka dia tidak akan pernah melihat Yesus. Lalu apa yang menjadi kelemahan kita sebagai manusia modern saat ini ? Sudah tidak asing lagi, kita mengenal istilah BONGKIBULGELIMANA (sering juga kita menyebutnya 7 dosa pokok) akronim dari KesomBONGan, KIkir, caBUL, GELojo/keserakahan, Iri hati, MAlas dan MArah. Setiap manusia mempunyai satu atau lebih kelemahan yang cenderung dominan. Melalui kelemahan yang dominan inilah biasanya setan menjerumuskan manusia jauh lebih dalam ke dalam dosa, biasanya tanpa manusia menyadarinya.

Dosa inilah yang oleh Nabi Yesaya dikatakan sebagai sesuatu yang menghalangi tangan Tuhan untuk menyelamatkan kita, dosa juga yang membuat doa kita tidak ‘terdengar’ oleh Tuhan, dosa juga yang memisahkan manusia dengan Allah-nya (bdk Yes 59 : 1-2). Seperti Zakheus, ketika kita mau melepaskan diri dari kelemahan kita, maka kita akan segera terlihat dengan jelas oleh Yesus dan Yesus akan segera menawarkan diri-Nya untuk tinggal di hati kita.

Refleksi ketiga. Apa yang dikatakan Zakheus ketika telah menerima Tuhan didalam rumahnya. Ayat 8 mengatakan dengan jelas bahwa Zakheus akan menyerahkan setengah dari miliknya kepada orang miskin dan akan mengembalikan empat kali lipat kepada mereka yang telah diperasnya. Apa yang ingin digambarkan dengan tindakan Zakheus disini adalah bahwa ketika seseorang telah menerima Yesus dengan sungguh didalam hatinya, hal kemudian yang akan dilakukannya adalah membangun kepedulian kepada sesama sekaligus memperbaiki relasi yang rusak dengan sesamanya. Tentang hal ini, Yesus juga pernah mengingatkan kita tentang 2 (dua) Hukum Utama yaitu mencintai Allah dan sesama pada saat yang sama (bdk Mat 22 : 34 – 40). Rasul Yohanes pun dalam suratnya yang pertama mengingatkan kita bahwa jika seseorang mengaku berada dalam terang tetapi membenci saudaranya, sebenarnya ia masih berada didalam kegelapan (bdk 1 Yoh 1 : 9).

Refleksi ketiga ini mau mengundang kita masuk lebih dalam ke dalam diri sendiri untuk melihat sejauh mana kepedulian dan relasi kita dengan sesama. Apakah kehadiran kita di dalam keluarga, lingkungan atau komunitas sungguh menyejukkan, membangun kerukunan, pembawa damai, menggembalakan ? Atau sebaliknya, sosok kita menjadi sosok yang nyebelin, selalu mendominasi, tak terbantahkan, pemecah belah, mau menang sendiri ?

Secara radikal saya mau mengatakan bahwa kepedulian dan relasi kita dengan sesama merupakan tolok ukur untuk melihat sejauh mana kesungguhan kita dalam mencari dan mengenal Yesus (refleksi pertama) sekaligus juga untuk mengukur kesungguhan kita apakah kita sungguh mau melepaskan diri kita dari segala kelemahan kita (refleksi kedua) demi cinta kepada Yesus

Yesus Kristus Penyelamat kita adalah sebuah contoh yang sangat sempurna yang menggambarkan kesempurnaan relasi dengan Allah yang tercermin melalui kesempurnaan relasi-Nya dengan sesame manusia. Dengan pertolongan dan kekuatan dari Yesus sendiri, mari kita memulainya, kalau memang kita belum pernah memulainya, meneladan Tuhan dan Guru kita.

KESIMPULAN

Perikop tentang Zakheus ini memberi pesan yang mendalam bagi kita umat Katolik untuk melakukan sebuah refleksi keimanan kita. Sikap Zakheus yang mau dengan sungguh mencari dan melihat sosok Yesus secara utuh (refleksi pertama) memberinya kekuatan untuk mau melepaskan diri dari segala kelemahannya (refleksi kedua). Kedua tindakan yang didasari oleh kesungguhan yang besar ini akhirnya mengundang Yesus menawarkan diri-Nya untuk hadir di dalam rumahnya. Kehadiran Yesus di dalam rumah Zakheus (baca didalam hati kita) akhirnya secara radikal merubah Zakheus yang kemudian berniat membangun kepedulian kepada sesama sekaligus membangun kembali relasi dengan sesamanya yang selama ini telah rusak.

Sikap Zakheus dalam perikop ini dapat menjadi cermin yang baik untuk melihat kehidupan keimanan kita selama ini. Kalau selama ini kita menjalani keimanan kita tanpa kita pernah merefleksikan dan mengukurnya, Zakheus telah menjadi contoh yang sangat baik.

Tuhan Memberkati

Selasa, November 18, 2008

PELAYANAN

Pertama kita mendengar kata pelayan, pikiran kita langsung mengarah kepada pekerjaan seseorang yang yang mempunyai tugas untuk membawakan sesuatu yang dibutuhkan oleh orang lain. Misalnya saja pelayan restauran. Tugasnya adalah membawa dan menyediakan pesanan pangunjung restauran tersebut dan menyajikannya diatas meja. Pelayan rumah tangga atau bisa kita menyebutnya pembantu rumah tangga, tugas hariannya adalah membuat rumah agar selalu terlihat bersih, rapih. Tidak hanya itu, pembantu rumah tangga juga biasanya mencuci, menstrika pakaian agar pakaian selalu siap dipakai oleh majikannya. Singkat cerita, pekerjaan pelayan adalah membuat orang yang dilayaninya menjadi seperti raja, mau makan – tinggal makan, mau pakai baju – tinggal pakai, rumah – tahu beres. Sepertinya berat sekali tugas pelayan itu.

DASAR PELAYANAN KRISTEN
Sebagai seorang Kristen, sering kita mendengar kata-kata ‘pelayanan’ terutama bagi mereka yang aktif di dalam Gereja. Pelayan bagi orang Kristen mempunyai banyak ‘bentuk’. Seseorang yang berkotbah menyebut dirinya melayani, sebagai team doa – juga melayani, sebagai tatib – juga melayani, dan masih banyak lagi bentuk-bentuk pelayanan. Lalu apa sih sebenarnya pelayan-pelayan Kristen itu ?

Dalam suratnya yang pertama kepada jemaat di Korintus, Santo Paulus mengatakan “ ……………….. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin dan untuk berkata-kata dalam bahasa Roh (1 kor 12 : 28b)”. Juga dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus Santo Paulus mengatakan “ …….., supaya mereka juga beroleh kasih karunia untuk mengambil bagian dalam pelayanan kepada orang-orang kudus. (2 Kor 8 : 4)”. Kepada jemaat di Efesus, Santo Paulus juga mengatakan hal yang sama. “ Dari Injil itu aku telah menjadi pelayannya menurut pemberian kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku sesuai dengan pengerjaan kuasa-Nya” (Ef. 3 : 7). Dari ketiga bacaan diatas, jelas dikatakan bahwa pelayanan adalah karunia yang diberikan Allah kepada kita.

Selanjutnya mari kita belajar dari Yesus sendiri. Saya coba kutip dari Matius 20 : 28 yang berbunyi “sama seperti anak manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang”. Hal yang sama juga dapat kita baca pada Markus 10 : 45. Apa yang dilakukan sekaligus diperjuangkan oleh Yesus selama hidup-Nya didunia bukanlah untuk mencari popularitas atau kekuasaan duniawi, tetapi yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan (Flp 2 ; 6). Yang Dia lakukan justru meninggalkan kemuliaan surgawi yang tak terbatas masuk ke dalam keterbatasan kehidupan sebagai manusia. “Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp 2 : 8)”. Apa yang mau Yesus katakan disini adalah totalitas tanpa pamrih. Allah Putra mau meninggalkan kemuliaan surga menjadi manusia, melayani ciptaan-Nya sendiri dalam arti mau menjadi kurban penebus, agar manusia, ciptaan-Nya itu, boleh kembali menyandang citra-Nya sendiri. L u a r b i a s a ……. Inilah KASIH.

Di dalam Katekismus Gereja Katolik (No. 1213) dikatakan Pembaptisan suci adalah dasar seluruh kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam Roh. Oleh pembaptisan, kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah; kita menjadi anggota-anggota Kristus, dimasukkan ke dalam Gereja dan ikut serta dalam perutusannya : “Pembaptisan adalah Sakramen kelahiran kembali oleh air dalam sabda”.

Sakramen Baptis juga disebut “ ……. permandian kelahiran kembali dan pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus (Tit 3 : 5) “. Santo Paulus, dalam Kis. 2 : 38 mengatakan “Bertobatlah dan hendaklah kamu masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus”.

Dari beberapa uraian diatas, kita dapat kita simpulkan beberapa hal :

Pertama, pelayanan adalah suatu karunia yang diberikan Roh Tuhan kepada tiap-tiap orang orang secara khusus, seperti yang di kehendaki-Nya (bdk 1 Kor 12 : 11) dan untuk kepentingan bersama (bdk 1 Kor 12 : 7). Karena manusia memperoleh karunia-karunia itu dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula karunia itu dengan cuma-cuma (bdk Mat. 10 : 8b) dan melakukannya dengan kekuatan yang dianugerahkan Allah, supaya Allah dimuliakan dalam segala sesuatu karena Yesus Kristus (1 Ptr 4 : 11). Karena ini adalah karunia, maka tidak ada alasan untuk memegahkan diri – hendaklah tetap rendah hati.
Kedua, seperti Kristus, pelayanan juga harus dilakukan dengan totalitas penuh, artinya, apapun bentuk pelayanannya, harus dilakukan dengan kesadaran penuh bahwa ini dilakukan demi cinta kita kepada Yesus dan sesama. Semangat pelayanan hendaknya murni untuk melayani Tuhan, bukan untuk kepentingan diri sendiri (Statuta KTM No. 62.1), bukan sekedar kewajiban, atau ada perasaan tidak enak kepada orang-orang tertentu atau mungkin sekedar mengisi waktu luang. Lebih bahaya lagi kalau pelayanan dilakukan supaya mendapat pujian dari orang lain atau untuk mendapatkan popularitas. Orang-orang yang kita layani harus merasakan buah-buah Roh. Seperti pohon yang memiliki buah yang baik dan berlimpah, sebagian besar dinikmati oleh orang lain bukan untuk dirinya sendiri.
Ketiga, pelayanan adalah salah wujud keikutsertaan kita didalam tugas perutusan. Seperti Kristus keluar dari Surga, datang kepada manusia untuk membagi kasih dan membawa manusia kepada keselamatan. Sama seperti Yesus yang datang kedunia untuk melayani manusia, membagi kasih dan membawa keselamatan, kita orang-orang Kristen sebagai murid-murid Yesus juga dipanggil untuk hal yang sama. Kita harus keluar dari diri sendiri, menjadi seorang utusan dan menjadi hamba bagi orang lain. “ ….. sama seperti Bapa mengutus Aku, demikian juga sekarang Aku mengutus kamu.” (Yoh 20 : 21). Pelayanan juga berarti pewartaan. Kita yang sudah mengalami kasih Allah, juga ingin membawa orang lain pada pengalaman Kasih Allah yang sama itu (Misi KTM).

PELAYANAN DI DALAM KOMUNITAS

Menurut Statutanya, Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM) lahir di dalam Gereja sebagai komunitas awam yang berinspirasikan pada Komunitas Kristiani yang pertama, untuk melayani umat Allah dimana Doa dan Kontemplasi serta peresapan Sabda Allah dan keterbukaan terhadap Roh Kudus dengan segala karuniaNya menduduki tempat yang sentral dalam hidup berkomunitas (Statuta No. 05, 06 dan 07).

Sebagai sebuah komunitas, maka tumbuh kembangnya komunitas sangat tergantung pada peran aktif masing-masing anggotanya. Karena norma tertinggi untuk hidup di dalam komunitas adalah teladan Yesus Kristus sendiri dan keterbukaan terhadap karunia Roh Kudus, maka bertumbuhnya komunitas akan sejalan dengan semakin bertumbuhnya karunia-karunia yang dimiliki oleh masing-masing anggotanya.

Pelayan, sebagai Pemimpin Komunitas, sangat berperan besar disini. Pelayan dipanggil untuk mengambil bagian dalam karya penggembalaan Kristus secara istimewa (Statuta No. 42). Dan sebagai gembala, pelayan diminta untuk menggembalakan kawanan domba Allah yang ada padanya, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah dan hendaknya menjadi teladan bagi kawanan domba itu (bdk 1 Ptr 5 2-3).

Pelayan, pada semua tingkatan, harus peka melihat karunia-karunia yang berbeda-beda yang ada pada anggota-anggotanya, membuatnya semakin bertumbuh dalam kasih dan kerendahan hati, baik melalui pembinaan-pembinaan, kesempatan melayani didalam maupun diluar komunitas dalam berbagai bentuknya. Kesempatan melayani baik dalam bentuk pelayanan doa, pewartaan maupun dalam bentuk lainnya (tatib, catcher, figure dll) merupakan kesempatan yang baik untuk menguji sejauh mana seorang anggota komunitas telah bertumbuh dalam kasih dan kerendahan hati. Sebab bertumbuhnya karunia-karunia yang berbeda yang dimiliki oleh tiap-tiap anggota akan membuat komunitas tersebut menjadi tubuh yang lengkap dan hidup.

Ini hanya mungkin jika Pelayan secara aktif mau memantau perkembangan (masing-masing) anggota komunitasnya dan selalu berada dekat dengan mereka. Seorang Pelayan bukanlah seorang yang duduk pada ‘menara gading’ yang hanya menunggu laporan dan meminta anggotanya memperbaiki dirinya sendiri. Seorang Pelayan harus mau mengasuh domba-dombanya (Statuta No. 43). Inilah pengorbanan seorang pelayan disamping harus menjadi teladan bagi yang lain. Rahmat kebijaksanaan sangat dibutuhkan oleh seorang Pelayan didalam komunitas. Mati hidupnya Komunitas sangat tergantung pada semangat dan dedikasi para Pelayannya.

KESIMPULAN

Pertama kita mendengar kata Pelayan, pikiran kita langsung terarah pada tindakan-tindakan apa yang bisa kita lakukan untuk orang lain. Sebagai seorang Kristen, kata pelayanan membawa pikiran kita mengarah pada suatu definisi dimana kita melakukan suatu tindakan kebaikan kepada orang lain tanpa pamrih apapun. Apa cukup kesimpulan seperti itu ?

Pelayanan Kristen harus didasarkan pada beberapa hal : Pertama, pelayanan harus disadari sebagai suatu karunia cuma-cuma yang diberikan Allah kepada kita untuk kita pakai sesuai dengan kehendakNya. Kedua, pelayanan harus dilakukan dengan totalitas penuh. Semangat pelayanan hendaknya murni untuk melayani Tuhan, bukan untuk kepentingan diri sendiri, seturut teladan Yesus sendiri. Ketiga, pelayanan adalah salah wujud keikutsertaan kita didalam tugas perutusan. Kita harus keluar dari diri sendiri, menjadi seorang utusan dan menjadi hamba bagi orang lain.

Didalam komunitas (KTM) bertumbuhnya komunitas akan sejalan dengan semakin bertumbuhnya karunia-karunia yang dimiliki oleh masing-masing anggotanya. Sebab bertumbuhnya karunia-karunia yang berbeda yang dimiliki oleh tiap-tiap anggota akan membuat komunitas tersebut menjadi tubuh yang lengkap dan hidup. Pelayan, pada semua tingkatan, harus peka melihat karunia-karunia yang berbeda-beda yang ada pada anggota-anggotanya dan membuatnya semakin bertumbuh dalam kasih dan kerendahan hati. Seorang Pelayan harus mau mengasuh domba-dombanya dan menjadi teladan karena mati hidupnya Komunitas sangat tergantung pada semangat dan dedikasi para Pelayannya.
Tuhan Memberkati. Amin

Kamis, November 13, 2008

PIPA KOSONG

Dalam suatu kesempatan didalam keheningan, tiba-tiba terlintas dalam benak saya sebuah pertanyaan atau lebih tepatnya sebuah permenungan. Mengapa Tuhan menberikan kita dua buah telinga, dua buah mata, dua buah tangan dan dua buah kaki, sementara manusia hanya diberi sebuah mulut.

‘Permenungan’ ini tidak berlangsung lama karena Tuhan segera memberikan jawabannya. Telinga dan mata berfungsi untuk menangkap sesuatu. Sesuatu yang bersuara akan segera tertangkap oleh telinga dan langsung dikirim kepada otak untuk di cerna, disaring dan disimpulkan untuk kemudian disimpan didalam hati. Demikian juga dengan mata. Mata akan menangkap segala sesuatu yang melintas didepan kita, baik sengaja maupun tidak, dan juga langsung dikirim ke otak untuk di cerna , disaring, disimpulkan dan kemudian disimpan didalam hati. Jika sesuatu yang kita dengar dan lihat itu sesuatu yang benar dan bermanfaat akan segera memperkaya jiwa kita. Jika sebaliknya, tentu akan memiskinkan jiwa kita

Setelah kita kaya, tangan dan kaki, yang masing-masing berjumlah dua buah sama seperti mata dan telinga, diharapkan akan berkarya dan membagi kekayaan itu kepada orang lain. INILAH PRINSIP KEKRISTENAN – MENJADI SALURAN KASIH bagi sesama.

Mata dan telinga, yang masing-masing berjumlah 2 buah, menjadi pintu gerbang untuk menimba kekayaan iman sedangkan tangan dan kaki, yang juga masing-masing berjumlah 2 buah, menjadi ujung tombak atau pintu keluar setiap karya amal kasih. Kita memberi dari sesuatu yang kita miliki. Berkat, rahmat, karunia yang sudah Tuhan berikan kepada kita secara cuma-cuma hendaknya juga kita bagikan kepada sesama secara cuma-cuma. Kita bentuk diri kita menjadi sebuah pipa kosong yang menyalurkan berkat Tuhan untuk sesama.

Lalu mengapa kita hanya memiliki 1 (satu) buah mulut ? Jawabnya ; “hendaknya kita lebih banyak melakukan karya amal kasih daripada berbicara banyak tentang kasih – inilah bentuk pewartaan yang sesungguhnya”.


Tuhan Memberkati.