Jumat, Februari 20, 2009

RENUNGAN “MUSIM HUJAN”

Saat ini kita tengah mengalami musim hujan. Kekhawatiran selalu menyapa mereka yang bertempat tinggal dikawasan langganan banjir. Tidurpun mungkin menjadi tidak nyenyak, takut kalau tiba-tiba air ternyata sudah masuk ke dalam rumah.

Saya ingin memulai tulisan ini dengan mengajak Anda semua untuk sedikit berimajinasi. Silakan Anda bayangkan bahwa saat in Anda sedang berada didalam mobil. Anda boleh membayangkan bahwa Andalah yang sedang mengemudikan sendiri mobil tersebut. Atau boleh juga Anda hanya berada didalam mobil dan orang lain yang sedang mengemudikan mobil tersebut.

Saat ini Anda sedang berada didalam mobil dan hari sedang hujan lebat. Diluar jendela Anda melihat air hujan turun dengan sudut kemiringan kurang lebih 45 derajat, sebuah tanda bahwa anginpun bertiup dengan sangat kencang. Dilangit sana, sesekali juga terlihat sambaran petir silih berganti.

Laju mobil tidak mungkin kencang, selain karena jangkauan pandangan kedepan yang tidak jelas karena badai, juga karena kondisi jalan yang tidak mulus. Seringkali mobil terguncang kekiri dan kekanan karena melintas dijalan yang tidak rata alias berlubang-lubang. Bahkan sesekali mobil juga harus melintasi jalan yang becek, sedikit berlumpur bahkan mau tidak mau Anda juga harus melintas diatas kubangan air yang sangat kotor.

Setelah sekian waktu berlalu akhirnya Anda tiba ditujuan Anda. Anda keluar dari mobil. Setelah keluar dari mobil Anda lihat kondisi mobil Anda. Bersih ? Pasti tidak. Lumpur menempel tebal di keempat ban mobil Anda, belum lagi yang menempel dikolong mobil Anda jika Anda ingin mencoba melihatnya kekolong mobil. Dibadan mobil juga tidak jauh berbeda; lumpur, cipratan tanah, bercak air yang kotor juga banyak menempel dibadan mobil. Mobil Anda kotor sekali – sangat kotor.

Kita harus ‘keluar’

Saya yakin, sebelum Anda keluar dari mobil Anda belum memiliki bayangan seberapa kotor mobil Anda. Atau mungkin Anda merasa tidak ada yang kotor karena memang Anda sedang berada didalam. Anda tidak dapat melihat kondisi mobil Anda karena Anda sedang berada didalam mobil.

Melalui analogi ini, saya ingin mengajak kita semua untuk melihat dosa dengan cara pandang yang sama. Tidak ada orang sombong yang akan mengatakan bahwa dirinya sombong. Tidak ada orang berdosa yang akan mengatakan bahwa dirinya berdosa. Mengapa ? Ya … sekali lagi karena yang bersangkutan sedang berada didalam kesombongan ataupun didalam dosanya sehingga ‘tidak mampu’ melihat dirinya sendiri dari sisi pandang yang lain.

Lalu bagaimana cara kita ‘keluar’ dari diri kita untuk melihat diri kita apa adanya ?

Cara pertama, mari kita belajar dari Santo Paulus yang dalam suratnya yang kedua kepada Timotius mengatakan bahwa Kitab Suci sebagai tulisan yang diilhamkan oleh Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran ( bdk 2 Tim 3 : 15 – 17 ). Sangat jelas bahwa Kitab Suci akan meuntun manusia mengenal jati dirinya secara utuh. Romo Adrian Pristio, O.Carm dalam bukunya “LANGKAH-LANGKAH INDAH” mengatakan bahwa persoalan kronis manusia zaman sekarang ialah manusia asing dengan dirinya sendiri. Lanjut Romo Adrian, tidak mengherankan jika dalam suatu retret banyak orang terkejut melihat keadaan dirinya. Ada yang bereaksi secara defensive, yakni takut memasuki kedalaman hati, naluri, intuisi dan imaginasi. Orang takut dihadapkan pada dirinya sendiri. Aneh bukan ? Kitab Suci akan menyadarkan seseorang bahwa dirinya begitu ‘kotor’.

Cara kedua, saya masih ingat dalam satu Misa ( antara tahun 1999 – 2000 ), dalam homilinya Romo Yohanes Indrakusuma, O.Carm pernah mengatakan bahwa kita dapat memakai orang lain sebagai cermin untuk melihat diri kita sendiri. Semakin banyak kita mengenal orang, akan semakin banyak cermin yang dapat kita pakai untuk melihat diri sendiri. Saya melihat homili ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Kitab Suci bahwa saat kita sedang menghakimi orang lain sebenarnya kita sedang menghakimi diri sendiri karena kitapun melakukan hal-hal yang sama ( bdk Rm 2 : 1, Luk 6 : 41). Persoalannya memang, apakah kita mau dan mampu menilai diri sendiri secara jujur ? Jika tidak, maka proses pertobatan hanya akan berjalan ditempat.

Kesimpulan

Perjalanan kehidupan kita sama seperti perjalanan kita menggunakan mobil. Seringkali kita harus melalui jalan-jalan yang rusak dan kotor. Tanpa disadari oleh manusia, perjalanan kehidupan ini kerap mengotori diri sendiri. Ironisnya, manusia enggan ‘keluar’ dari dirinya sendiri untuk melihat sekaligus membersihkan dirinya yang kotor.

Kitab Suci adalah sarana utama kita untuk melihat diri sendiri apa adanya, segala kekurangan kita akan terlihat jelas dengan kita memahami Kitab Suci. Juga orang-orang disekitar kita merupakan cermin yang sangat jernih untuk melihat diri sendiri dari ‘luar’ sehingga semuanya menjadi sangat jelas.

Saya yakin tulisan ini hanyalah sebagian dari sekian banyak cara agar manusia mampu melihat jati dirinya secara utuh untuk kemudian merubah dirinya untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus.